Senin, 28 November 2011

laporan kewirausahaan

A.    PENDAHULUAN
Kewirausahaan atau berwirausaha akhir-akhir ini banyak di gandrungi oleh sebagian kalangan baik generasi tua ataupun muda sekalipun. Berwirausaha adalah pilihan yang menggiurkan dan menjanjikan untuk usaha yang masih memilki peluang besar pada usaha yang memiliki planning atau perencanaan terperinci. Berwirausaha merupakan salah satu cara untuk menuju kesuksesan dengan cepat. Jika usahanya beruntung seorang wirausahawan akan cepat pula menuju kesuksesan yang akan dicapai. Berwirausaha sebenarnya tidak perlu modal finansial secara besar-besaran, tapi sebenarnya modal yang paling utama adalah niat dan ide yang cemerlang untuk melihat peluang pasar yang akan menjadi sasaran usaha. Dari paparan diatas merupakan alasan mengapa mata kuliah kewirausahaan diadakan oleh jurusan Sosiologi dan Antropologi. Alasannya mengingat sebagian dari mahasiswa belum banyak berminat atau mengetahui bahwa banyak sekali keuntungan yang diperoleh jika berwirausaha.
Harapan instansi pendidikan diadakannya mata kuliah kewirausahaan agar para mahasiswa memiliki jiwa wirausaha yang merupakan modal untuk menghadapi kehidupan yang nyata yaitu masyarakat. Juga diharapkan mahasiswa memiliki jiwa entrepreneurship yang tidak hanya menggantungkan gaji dari pemerintah. Mahasiswa juga diberikan kiat-kiat untuk menghadapi pasar yang sesungguhnya. Mereka diarahkan untuk menguasai pasar yang sebenarnya dan diarahkan bagaimana cara menawarkan barang kepada konsumen. Untuk itu perlu adanya praktek lapangan sebagai modal utama untuk menguji mental para mahasiswa. Sebagai permulaan para mahasiswa menjual kaos yang berlogo UNNES dan Fismart yang berwarna merah produk dari Fakultas Ilmu Sosial.   

proposal penelitian kualitatif

A.    JUDUL PENELITIAN
PENANAMAN KEMANDIRIAN BELAJAR ANAK YANG MEMILIKI KETERBELAKANGAN MENTAL PADA SEKOLAH LUAR BIASA DI KECAMATAN GONDANG KABUPATEN SRAGEN

B.     Nama                      : Haning Dwi Pratiwi
NIM                        : 3401409050
Rombel                   : 2 (Dua)
Program Studi       : Pendidikan
Jurusan/ Fakultas: Sosiologi dan Antropologi/  FIS

C.     PENDAHULUAN
I.       LATAR BELAKANG
Setiap manusia menginginkan kehidupan masa depan yang lebih baik, pekerjaan yang lebih berhasil, kehidupan rumah tangga yang bahagia untuk itu diperlukan kemauan, kesanggupan dan disiplin belajar. Manusia yang belajar dalam kehidupan akan mampu mengatasi rintangan kehidupan masa depannya. Dengan belajar akan mengetahui sesuatu, dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dan memiliki kepribadian yang tangguh. Dalam belajar, anak memerlukan bimbingan, pengarahan dan pengawasan dari orang tua / orang dewasa lainnya dengan rasa penuh tanggung jawab.Anak-anak adalah sosok manusia yang memerlukan bantuan dan bimbingan dari orang yang lebih dewasa untuk mendidik, mengajar serta memberi perhatian penuh, terutama dalam proses belajarnya sehingga anak yang diasuh dan dididiknya menjadi dewasa dan mandiri. Anak yang memiliki keterbelakangan mental adalah anak istimewa yang seharusnya dibimbing dengan penekanan yang ekstra lebih dalam proses penerapan dan bimbingan  belajar karena mereka berbeda dibandingkan dengan anak-anak normal lainnya. Biasanya anak yang memilki keterbelakangan mental
 Kemandirian belajar merupakan aktifitas belajar yang didorong oleh kemauan sendiri, pilihan sendiri dan mampu mengatur diri untuk mencapai hasil belajar yang optimal serta mampu mempertanggungjawabkan tindakannya. Anak dapat dikatakan memiliki kemandirian belajar apabila memiliki beberapa ciri diantaranya, mampu berpikir kritis, kreatif dan inovatif, tidak mudah terpengaruh orang lain, tidak merasa rendah diri, terus bekerja dengan penuh ketekunan dan kedisiplinan, serta mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya sendiri.Sikap kemandirian merupakan hal yang integral dari keseluruhan proses belajar. Berhasil tidaknya anak dalam belajar, seringkali dapat terlihat pada apakah anak itu memilki sikap kemandirian dalam belajar atau tidak. Kemandirian belajar anak tidak dapat dilepaskan dari proses sosialisasi yang dilakukan. Sosialisasi merupakan suatu proses belajar anak memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sebagainya. Berkaitan dengan proses kemandirian belajar bagi anak, maka aspek mental, spiritual, intelektual, fisik dan psikisnya harus diperhatikan, dan tidak kalah pentingnya faktor lingkungan.
Pengaruh lingkungan terhadap perkembangan anak merupakan sesuatu yang tidak dapat diabaikan. Lingkungan keluarga merupakan penyebab utama terjadinya respon dan stimulus dalam perkembangan anak.  Di dalam keluarga orang tua menjadi agen sosialisasi yang pertama dan utama dalam pembentukan kepribadian anak menjadi mandiri. Kemandirian belajar perlu ditanamkan dalam diri seseorang sejak usia dini. Dengan adanya penanaman sikap mandiri, akan membentuk anak memiliki kepribadian dan kecakapan hidup. Penanaman kemandirian dapat dimulai dari dalam keluarga, dimana sejak usia dini anak diberikan kebiasaan-kebiasaan hidup.

portofolio

Permasalahan-Permasalahan Yang Ada di Dunia Pendidikan di Indonesia


Mahalnya Biaya Pendidikan di Indonesia

Contoh Artikel :
Setelah menunggu pengumuman kelulusan SD, SMP, dan SLTA, kini orang tua dan adik-adik kita dihadapkan pada seleksi masuk sekolah atau perguruan tinggi. Ujian  seleksi emang sangat ketat tetapi tidak semenakutkan UNAS kemarin. Atau paling tidak ada pilihan untuk memilih sekolah yang sesuai. Ternyata yang menjadi hambatan adalah mahalnya biaya pendidikan.
Bukankah sekolah gratis? Kok dibilang mahal sih? Betul, sekolah SD dan SMP gratis SPP.  Tapi bagaimana biaya sekolah SMA dan perguruan tinggi. Sebagai contoh ada SMA Negeri kabupaten di Jawa Tengah yang pada tahun ini uang pangkal Rp 3juta-Rp 5juta ditambah SPP Rp 250.000,-/bulan atau Rp 1,5 juta/semester (6 bulan). Bayangkan petani atau tukang becak bagaimana bisa menyekolahkan anaknya ke SMA tersebut. Mau menjual ternak atau sawah? Itu tidak mungkin karena barang tersebut adalah sumber penghidupan. Akhirnya biarpun nilai bagus tapi akhirnya harus gigit jari.
Demikian halnya sekolah di perguruan tinggi tak kalah mahalnya. Terutama PTN yang telah berubah status menjadi  BHMN atau BHP akhirnya untuk pendanaan dibebankan kepada mahasiswa dengan menaikkan uang pangkal dan biaya semesteran. Sebagai contoh UI, beberapa tahun yang lalu di UI sekitar 2juta-an. Kini uang kuliah di teknik UI uang pangkal Rp 25 jt, dan semesteran Rp 7,6jt. Untuk ukuran uang berduit di Jakarta itu wajar, tetapi untuk orang kampung yang ingin kuliah di UI sudah takut duluan. Ini karena UI sudah menjadi BHMN yang mana UI memerlukan biaya operasional tambahan karena subsidi negara dikurangi. Nah bagaimana PTN-PTN di daerah bila kelak juga berubah menjadi Badan Hukum Pendidikan (BHP)? Bagiamana nasib anak orang miskin, anak petani, anak nelayan, anak buruh. Bukankah mereka juga berhak mngenyam pendidikan tinggi. Apa mereka hanya berhak sekolah sampai SMP saja? Atau mereka hanya berhak kuliah di sekolah-sekolah atau kampus “pinggiran”. Apakah mereka tak pantas untuk sekolah di UI, ITB, UGM? Lantas dimana bagimana amanat pembukaan UUD 1945 tentang mencerdaskan kehidupan bangsa. Atau yang berhak cerdas hanya mereka yang kaya saja. Yang miskin biar tetap bodoh dan miskin. ( catatan masmus )
Ini sebuah ironi. Anggaran pendidikan dinaikkan, tetapi biaya untuk mengakses pendidikan semakin mahal. Saya secara pribadi menyedihkan kejadian ini. Tulisan ini diilhami kejadian nyata yang terjadi di negeri ini. Semoga dapat menjadi pemikiran bagi pemimpin bangsa yang sebentar lagi kita pilih. Mendapatkan kesempatan pendidikan adalah hak semua warga negara.
Bukankah negara ini didirikan untuk mencerdaskan dan menyejahterakan rakyatnya?

            Argumen:
Argumen saya, mengenai artikel di atas yaitu : Pendidikan merupakan faktor kebutuhan yang paling utama dalam kehidupan. Biaya pendidikan yang tinggi jika dilihat dari penghasilan rakyat Indonesia setiap harinya. Tingginya biaya pendidikan tidak sebanding dengan penghasilan rakyat, sehingga banyak rakyat yang kurang mampu tidak biasa menyekolahkan anaknya sampai jenjang yang lebih tinggi. Mahalnya biaya pendidikan tidak hanya pada perguruan tinggi saja tetapi juga biaya pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah walaupun sekarang ini sekolah sudah mendapat Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Padahal Pemerintah sudah menyerukan di berbagai media massa bahwa sekolah gratis, tetapi kenyataannya dilapangan tidak demikian. Pemerintah menyatakan bahwa sekolah SD dan SMP gratis SPP. Tapi masih banyak pungutan-pungutan lain dari sekolah dengan dalih yang bermacam-macam seperti Infaq, Sodaqoh jariyah, sumbangan dan lain lain yang jumlah dan batas pembayarannya sudah ditentukan oleh pihak sekolah. Padahal seharusnya Infaq dan Jariyah itu adalah sumbangan yang jumlah dan batas pembayarannya tidak ditentukan oleh sekolah. Sebagai contoh ada sebuah Sekolah Negeri yang pada tahun ini uang pangkal lebih dari Rp.1 Juta dan didalamnya termasuk sumbangan/Jariyah yang sudah ditentukan jumlahnya tanpa ada kesepakatan terlebih dahulu dengan wali murid. Bayangkan buruh tani atau tukang becak bagaimana bisa menyekolahkan anaknya ke sekolah tersebut. Akhirnya walaupun anaknya memiliki potensi dan prestasi yang cukup bagus tapi akhirnya harus gigit jari. Demikian halnya sekolah di perguruan tinggi tidak kalah mahalnya. Terutama Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang telah berubah statusnya menjadi Badan Hukum Pendidikan (BHP) yang akhirnya untuk pendanaan dibebankan sepenuhnya pada mahasiswa dengan menaikkan uang pangkal dan biaya semesterannya.
Solusinya :
Menurut saya, solusi untuk mengatasi biaya pendidikan yang mahal agar tetap semuannya merasakan dunia pendidikan untuk semua kalangan, sebaiknya pemerintah diharapkan membuat suatu peraturan yang berlaku dalam menetapkan anggaran sekolah harus sesuai dengan ke adaan masyarakat Indonesia agar pendidikan itu  merata. Selain itu, dari masing-masing pihak sekolah mempunyai ketetapan biaya sekolah yang berbeda-beda, sehingga di harapkan tidak hanya pemerintah saja yang menetapkan anggaran dana sesuai dengan ke adaan masyarakat, tetapi pihak sekolah juga harus memperhatikan keadaan masyarakatnya. Selain itu juga harus adanya kesadaran yang tinggi dari masyarakat tentang pentingnya pendidikan, agar tetap semangat dalam menyekolahkan anak-anaknya. Jika masih tidak mampu sebaiknya untuk mengatasi sekolah yang mahal lebih baik cari sekolah yang biayanya rendah, tetapi mempunyai kualitas yang tidak kalah dengan sekolah-sekolah lainnya.
Mudah-mudahan pemerintah akan terus meningkatkan mutu pendidikan di Negara ini seiring dengan dinaikkannya anggaran pendidikan. Sehingga pendidikan bermutu bukan hanya untuk anak orang kaya saja, tetapi dapat dinikmati oleh semua lapisan masyarakat.

2.     Pendidikan dan Peningkatan Kualitas SDM
12 Januari 2010
oleh Rizal Dwi Prayogo
Melihat kondisi bangsa kita sekarang, khususnya dipandang dari segi pendidikan, bangsa kita termasuk bangsa yang tertinggal dari negara-negara lain. Ambil contoh negara Jepang, bangsa Indonesia yang memproklamirkan diri terlebih dahulu sebagai negara merdeka saat bangsa Jepang dibom atom oleh tentara sekutu kini malah jauh tertinggal dari negeri matahari terbit itu.Kini memasuki abad-21, gelombang globalisasi makin dirasakan kuat dan terbuka.
Kemajuan teknologi dan perubahan yang ada terus menuntut bangsa kita untuk bisa meningkatkan kualitas SDM nya juga. Ini berdampak memberikan kesadaran bahwa Indonesia tidak bisa lagi berdiri sendiri, sehingga persaingan akan terus menggempur generasi yang lemah.Cara melaksanakan pendidikan di Indonesia sudah tentu tidak terlepas dari tujuan pendidikan di Indonesia, sesuai dengan pembukaan UUD 1945 : “…..untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,…”. Tujuan pendidikan adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dengan meningkatkan kualitas SDM bangsa Indonesia.
Hal-hal yang menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia:
a.      Biaya
         Biaya pendidikan yang kini semakin mahal, semakin tidak bisa dijangkau oleh rakyat kecil. Padahal justru dari sektor pendidikan lah, banyak orang bisa meningkatkan kualiatas dirinya sehingga bisa lebih mudah untuk mencapai kesejahteraan. Banyak orang yang beralih untuk mengambil SMK atau STM, alasannya agar lebih mudah mencari kerja. Kini sektor pendidikan yang dianggarkan 20% diharapkan bisa mengatasi masalah ini, tetapi pemerataannya yang menjadi kendala
b.      Rendahnya Kualitas Tenaga Pengajar
Pendidikan yang bermutu tentu dipengaruhi juga oleh tenaga pendidiknya, semakin baik pendidik maka akan semakin baik pengajaran. Data Balitbang Depdiknas (1998) menunjukkan dari sekitar 1,2 juta guru SD/MI hanya 13,8% yang berpendidikan diploma D2-Kependidikan ke atas. Selain itu, dari sekitar 680.000 guru SLTP/MTs baru 38,8% yang berpendidikan diploma D3-Kependidikan ke atas. Di tingkat sekolah menengah, dari 337.503 guru, baru 57,8% yang memiliki pendidikan S1 ke atas. Di tingkat pendidikan tinggi, dari 181.544 dosen, baru 18,86% yang berpendidikan S2 ke atas (3,48% berpendidikan S3).
Dilihat dari data, masih minimnya kualitas tenaga pendidik. Tentu hal ini akan memengaruhi kelayakan mengajar. Perubahan terus terjadi, teknologi terus diciptakan, jika tidak ada peningkatan kualitas tenaga pendidik maka efektivitas dari pengajaran pun akan semakin sulit dicapai.

c.   Rendahnya Kesejahteraan Tenaga Pendidik
Berdasarkan survei FGII (Federasi Guru Independen Indonesia) pada pertengahan tahun 2005, idealnya seorang guru menerima gaji bulanan serbesar Rp 3 juta rupiah. Sekarang, pendapatan rata-rata guru PNS per bulan sebesar Rp 1,5 juta, guru bantu Rp, 460 ribu, dan guru honorer di sekolah swasta rata-rata Rp 10 ribu per jam.Melihat kondisi ini, tujuan dari pendidikan itu sendiri tidak sebanding dengan apresiasi terhadap tenaga pendidik.
Tujuan pendidikan yang mulia tentu harus diimbangi dengan memerhatikan kesejahteraan dari para tenaga pendidik karena bisa saja faktor pendapatan yang minim akan menyebabkan para tenaga pendidik mengalami demotivasi.Pelaksanaan Ujian Nasional yang masih menjadi perdebatan hingga kini masih diragukan dalam menghasilkan SDM-SDM yang benar-benar berkompeten. Bagaimana tidak? Dalam ilmu kependidikan, kemampuan peserta didik mencakup tiga aspek, yakni pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotorik), dan sikap (afektif). Tapi yang dinilai dalam UN hanya satu aspek kemampuan, yaitu kognitif, sedangkan kedua aspek lain tidak diujikan sebagai penentu kelulusan. Tentu ini menjadi suatu standar ukuran yang kurang valid jika kita ingin menilai semua aspek.

Analisis dan Argumen :
            Paparan diatas memaparkan bahwa dalam pendidikan ada suatu masalah yang harus diselesaikan serta ditanggapi, masalah yang sering muncul adalah masalah kualitas Sumber Daya Manusia, masalah ini antara lain memilki berbagai aspek muncul  biaya pendidikan yang mahal, rendahnya kualitas tenaga pengajar serta rendahnya kesejahteraan pengajar yang menjadi momok bagi para tenaga  kerja di dunia pendidikan. Dengan adanya hal itu banyak berbagai masalah muncul serta banyak solusi yang harus di paparkan juga antara lain Solusi ini berupa pembenahan di seluruh jajaran penyelenggaran pendidikan di Indonesia. Sistem pendidikan juga tidak akan terlepas dari aspek lain, seperti aspek ekonomi. Sistem ekonomi yang masih kacau dan menganut sistem ekonomi ke barat-barat-an tidak akan sesuai dengan penerapannya di sektor pendidikan karena akan didominasi oleh pihak yang kuat.
Sistem ekonomi harus diubah ke dalam bentuk sistem ekonomi Islam yang menggariskan bahwa pemerintah-lah yang akan menanggung segala pembiayaan pendidikan negara. Jadi, peningkatan kesejahteraan tenaga pendidik bisa terjamin, pembangunan sarana pendidikan bisa berjalan lancar. Jika sudah terjadi pemerataan, kemungkinan penyalahgunaan (korupsi) akan semakin kecil.


3.     UJIAN NASIONAL (UN)

Menyimak problematik menyangkut pendidikan nasional khususnya ujian nasional tampaknya seperti tanpa berujung pangkal.Dalam mencari solusi jangka panjang sebaiknya dikembalikan pada konstitusi dan perundang-undangan yang berlaku.Pembukaan undang-undang 1945 menyatakan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.Agar tujuan dan sasaran lebih jelas ,maka UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,menetapkan antara lain pendidikan nasional ditujukan agar peserta didik agar dapat mengembangkan potensi dirinya.
Mencermati pernyataan-pernyataan sekitar ujian nasional,ada beberapa yang bisa di catat,antara lain:adanya keyakinan bahwa UN dapat mendorong kualitas etos belajar; UN akan memaksa belajar keras dan menumbuhkan etos kerja keras; juga pernyataan bahwa anak yang tidak lulus UN sebagai anak malas.Pernyataan-pernyataan itudiragukan kebenarannya ,karena terlalu berlebihan dalam memposisikan UN seolah tujuan pendidikan hanya untuk lulus UN.Padahal sudah jelas,tujuan pendidikan bukan hanya lulus UN walaupun mungkin ada manfaatnya tetapi tidak menentukan segalanya.UN hanya salah satu parameter untuk meliahat hasil pendidikan khususnya dari segi akademik,terlebih lagi yang di ujikan hanya tiga mata pelajaran.adanya siswa yang menjadi juara olimpiade (internasional) tetapi tidak lulus UN,dapat mengidentifikasikan bahwa UN tidak dapat menjadi ukuran yang akurat tentang pintar dan kualitas belajar siswa.Oleh karena itu dalam meningkatkan kualitas bangsa melalui pendididkan,perlu memperhatikan unsur-unsur lain karena masih banyak unsur lain yang lebih penting untuk membangun karakter unggul bangsa seperti yang di tuntut oleh UUD dan UU tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Proses mencapai tujuan pendidikan tidak bisa dilakukan secara mendadak dan hanya ditentukan dalam waktu dua jam.Pandangan yang menyatakan UN menjadi tolak ukur hasil pendidikan,berarti menjadikan UN sebagai tujuan dan sasaran utama.Akibatnya seperti yang dapat dilihat,antara lain terjadi kecurangan dalam pelaksanaan ujian baik oleh siswa maupun guru,misalnya membentuk tim sukses menggunakan jockey dan sebagainya.Selain itu pendidikan yang hanya mengutamakan akademik  semata tanpa membangun kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual dapat dilihat pada siswa yang tidak lulus UN melakukan tindakan tercela seperti melukai guru,membakar sekolahnya,bunuh diri dan sebagainya.Pelaksanaan UN dan materi yang di ujikan ,tampak tidak singkron dengan amanat konstitusi dan perundangan menyangkut pendidikan nasional,karena hanya mengutamakan kecerdasan intelegensia.
Kemampuan intelektuaal  jelas saja tidak menjamin kualitas dan keberhasilan manusia.UN telah mengabaikan maslah proses pendidikan dan materi ajar yang di berikan selama tiga tahun.Ironisnya siswa yang prestasi belajarnya baik dari kelas 1 sampai kelas 3 dan sudah mendapatkan tawaran masuk perguruan tinggi tanpa tes ,namun ketika siswa tersebut tidak lulus UN,semuanya buyar.Ini mengidentifikasikan bahwa UN menjadi segala-galanya dan mengabaikan prestasi di sekolah selama 3 tahun.

Analisis dan Argumen:
            Menurut saya dengan adanya kebijakan Ujian Nasional yang diberlakukan oleh pemerintah maka memiliki berbagai pro dan kontra dalam masyarakat tapi banyak yang berpendapat bahwa dengan adanya Ujian Nasional kontrofersi yang berkembang di ranca pendidikan misalnya contoh kasus adalah para peserta didik yang mengalami kegagalan dalam pendidikan karena kebijakan pemerintah yang memberlakukan kelulusan dengan nilai standar tanpa memberlakukan nilai sehari-hari yang menimbulkan kesenjangan antara peserta didik satu dengan yang lainnya. Dalam dunia pendidikan titik tumpu suatu kegiatan pembelajaran adalah ujian nasional yang menempatkan ujian nasional sebagai raja. Tapi ujian nasional hanya berlaku di ranca pendidikan SD, SMP, dan SMA. Walaupun begitu Ujian Nasional merupakan masalah pendidikan yang tidak bisa di pandang sebelah mata, harus memiliki solusi yang baik antara peserta didik dan kebijakan pemerintah.


4.     Masalah Anak Nakal Dalam Dunia Pendidikan

·         Dalam mendidik para siswa disekolah guru harus terlatih dengan baik dan mengajarkan anak-anak perilaku positif dengan rencana yang terstruktur. Pada pertemuan sekolah,guru terlatih dalam teknik-teknik pengelolaan perilaku positif bisa membuat daftar perilaku untuk memberikan label siswa-siswa yang nakal.
·         Sebagai guru dituntut untuk bisa memahami karakter siswanya, terutama karakter para siswa yang nakal, karena tidak semua manusia memiliki karakter yang baik atau kita dapat mengatakan, tidak semua dari mereka memiliki perilaku yang baik dalam kehidupan ini.
·         Ketika masalah kenakalan di lingkungan sekolah terjadi, pendidikan karakter menjadi peranan penting. Pendidikan karakter merupakan media untuk mengontrol karakter manusia, terutama bagi mereka yang bermasalah dalam mengontrol emosinya.
·         Tujuh puluh persen anak-anak memiliki cacat pendidikan - sebagian besar telah Emosional (Gangguan ED – emotionally disordered) atau istilah untuk cacat emosi.
·         Cara yang digunakan untuk orang-orang muda dengan cacat pendidikan yang menghadapi tuduhan kenakalan yaitu dengan cara peningkatan pendidikan kepada mereka yang memiliki gangguan emosi, selain itu konseling bagi anak-anak tersebut.
·         Lingkungan setempat bertanggung jawab serta berkewajiban untuk memberikan pelayanan pendidikan yang sesuai, menegakkan kewajiban sekolah untuk mengatasi masalah perilaku sebagai orang pendidikan dan mengurangi risiko masa depan sekolah yang gagal dalam mendidik anak-anak nakal sehingga terjadinya kenakalan atau laporan kejahatan.

Analisis dan Argumen
Masalah emosi anak yang mengakibatkan kenakalan pada anak tersebut merupakan salah satu masalah pendidikan karena dengan adanya kenakalan anak tersebut maka komponen yang ada disekolah akan ikut terganggu. Dengan kenakalan anak di lingkungan sekolah tersebut para pengajar atau guru bisa terganggu dalam menjalankankan tugas mengajarnya, selain itu murid-murid lain tentu juga akan terganggu konsentrasinya karena kurang kondusifnya suasana di sekolah tempat mereka belajar akibat ulah murid-murid yang nakal tersebut.
Karakteristik setiap orang berbeda-beda tergantung dari lingkungan maupun akibat didikan yang kurang benar pada mereka. Karakterorang yang tidak bisa menontrol emosi sehingga melampiaskan emosinya dengan kenakalan bisa diperbaiki, dengan cara dibimbing serta didukung oleh orang-orang yang ada disekitarnya.

5. Banyaknya Anak Yang Putus Sekolah
Putus sekolah merupakan salah satu permasalahan pendidikan yang tak pernah berakhir. Masalah ini telah berakar dan sulit untuk dipecahkan penyebabnya. Tidak hanya karena kondisi ekonomi, tetapi ada juga yang disebabkan oleh kekacauan dalam keluarga, dan lain-lain. Segala upaya pencegahan dilakukan sebelum putus sekolah dengan mengamati, memperhatikan permasalahan-permasalahan anak-anak dan dengan menyadarkan orang tua akan pentingnya pendidikan demi menjamin masa depan anak serta memberikan motivasi belajar kepada anak. Adapun upaya pembinaan yang dilakukan adalah dengan mengajarkan nilai-nilai keagamaan dan sosial kemasyarakatan kepada anak, serta memberikan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya supaya anak disibukkan serta dapat menghindarinya dari pikiran yang menyimpang.

Argumen :
Putus sekolah memang masalah yang bisa dibilang sangat komplek sekali di negeri ini. Mengapa? Karena hal tersebut menyangkut aspek kehidupan yang lain seperti ekonomi hingga social dan budaya. Namun di Indonesia putus sekolah lebih banyak disebabkan karena factor ekonomi (kemiskinan). Banyak siswa atau calon siswa yang tidak bisa bersekolah atau “dipaksa” berhenti sekolah karena kemiskinan. Hal itu karena orang tua atau keluarganya tidak dapat membiayai biaya sekolah anak-anak mereka. Disisi lain para anak yang seharusnya sekolah tersebut “dipaksa” untuk terus sekolah oleh pemerintah. Pemerintah mewajibkan anak-anak Indonesia untuk wajar  tahun (wajib belajar 9 tahun), yaitu mengenyam bangku sekolah hingga SLTP/ Mts. Melalui dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) pemerintah melalui kemendiknas membebaskan biaya sekolah dari SD Negeri hingga SLTP Negeri atau bisa dikatakan sekolah dari SD hingga SLTP di negeri bebas biaya atau gratis. Namun masalah tidak terpecahkan dengan adanya dana BOS tersebut. Muncul masalah baru.
Banyak terjadi pungutan-pungutan liar dari biaya masuk sekolah atau pendaftaran hingga biaya untuk mendukung KBM yang mungkin belum diperlukan oleh sekolah terkait. Sehingga pungli tersebut menjadi “pendapatan” tambahan oknum-oknum sekolah. Hal tersebut semkin menegaskan bahwa orang miskin dilarang sekolah. Siswa yang ingin bersekolah tidak dapat bersekolah karena adanya biaya masuk pendaftaran. Dan siswa yang bersekolah lagi-lagi “dipaksa” untuk berhenti karena adanya pungutan-pungutan dari pihak sekolah. Sungguh kenyataan yang sangat ironi sekali. (Mohammad Riza Pahlevi / 3401409048)

6.      SERTIFIKASI GURU
Pengkajian ulang terhadap kebikakan pemerintah tentang program sertifikasi guru Progam sertifikasi guru dan tunjangan profesi guru harus dikaji dan dievaluasi ulang untuk mengetahui sejauh mana efektifitas serta efisiensi dari pelaksanaanya,demikian desakan dari PAH III DPD dalam rapat kerja PAH III yang dipimpi  ketua PAH III,Eni Khaereni dengan Direktur Jendral Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Nasional,Baedhowi di  Gedung DPD.Ketua PAH III memaparkan,”Program sertifikasi guru tesebuut hendaknya dijalankan dengan mekanisme yang sederhana dan tidak membebani guru,namun tetap menjamin tata kelola yang baik dalam penilaian portofolio sertifikasi guru”.Setelah mendengar pernyataan dan uraian dai Dirjen PMTK Depdiknas,serta tanggapan dan masukan dari anggota PAH III DPD,PAH DPD III juga mendesak pemerintah tentang Guru sebagaimana amanat Pasal 11 Ayat (4) Undang Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen sebagai payung hukum dari pelaksanaan program sertifikasi guru ini.
PAH III DPD juga bersepakat dengan Ditjen PMPTK untuk melakukan terobosan alternatif dalam cara pembayaran Tunjangan Profesi Guru (TPG),termasuk cara pembayaran TPG secara langsung kepada guru.khususnya terhadap komunitas yang terpencilPermasalahan serifikasi ini terletak hanya pada hal sosialisasi.maka dari itu  akan dicari metode sosialisasi yang paling efektif sehingga program sertifikasi ini dapat berjalan dengan lancar dan sesuai target.


Analisis dan kritisi penulis:
Program sertifikasi merupakan salah astu program dari pemerintah sebagai suatu pemmbaharuan dalam bidang pendidikan,terutama dalam sistem tenaga  penngajar.dalam hal ini adalah guruu.guruu yang  essensi  sebagai  seorang transfer learning kepada  peserta  didik diharapkan mampu untuk mengikuti arus modernisasi yang berkembang sat ini yang berimbas khususnya alam bidang kependidikan dan pengajaran.seorang guru dituntu untuk dapatt mengikuti perkembangan zaman tersebut khususnya dalam kompetensi di dunia luar.hal ini sertifikasi merupakan jalan sebagai peningkata mutuu dari seorang guru.Dalam aplikasinya .sertifikasi muncul berbagai polemik bak dalam penerapanya maupun dalam prosesnya.

7.      Kebijakan Pendidikan di Era Otonomi Daerah
Oleh : Mustatho’ 26-Apr-2010, 07:13:44 WIB

KabarIndonesia  Pemberlakuan otonomi daerah mulai diterapkan melalui UU Nomor 22 tahun 1999 dan disempurnakan dengan UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, berisi tentang penyerahan sejumlah wewenang yang semula menjadi urusan pemerintah Pusat kepada pemerintah Daerah, termasuk di dalamnya pengelolaan Bidang Pendidikan.
Otonomi daerah lahir sebagai bentuk koreksi atas corak pemerintahan dan hubungan antara pusatdaerah yang sentralistik, eksploitatif serta jauh dari nilainilai demokrasi yang saat ini menjadi mainstream sistem politik yang berlaku di dunia. Konsep awal otonomi daerah muncul pada tahun 1903 melalui undang undang desentralisasi di bawah pemerintah kolonial Belanda. Undang-undang Otonomi Daerah waktu itu dikenal sebagai Decentralisatie Wet 1903 dan merupakan amandemen terhadap Regeringsreglement 1854 (RR 1854). Tiga pasal tambahan yakni pasal 68a, 68b, dan 68c berisi empat hal yaitu:
  1. Bahwa Hindia Belanda akan dibagi ke dalam satuan-satuan daerah;
  2. Pemerintahan daerah tersebut akan dilaksanakan oleh pejabat tinggi (hoofdamtenaren);
  3. Gubernur jenderal sebagai penguasa dari pejabat tersebut, dan
  4. Kekuasaan sipil adalah kekuasaan tertinggi di daerah (Wignjosoebroto, 2004).
Ide pemekaran daerah dari awal sejarah kemunculannya sebenarnya merupakan niatan untuk menata kembali daerah-daerah agar diperoleh suatu sistem pemerintahan yang efektif dan efisien dengan mendekatkan pelayanan publik ke rakyat. Ujung dari penataan ini tidak lain adalah suatu kesejahteraan rakyat yang lebih merata di semua daerah termasuk di dalamnya pemerataan pendididikan yang bermutu. Pertanyaanya kemudian adalah bagaimana bentuk ideal pendidikan di era otonomi daerah?. Tulisan ini berusaha menggambarkan pendidikan di era otonomi daerah.

Kebijakan Pendidikan di Era Otonomi

Pendidikan di dalam UU Sisdiknas No 20 tahun 2003 disebutkan adalah hak dasar kemanusiaan yang harus dapat dinikmati secara layak dan merata oleh setiap masyarakat. Pengertian hak dasar kemanusiaan yang termaktub dalam UU ini merupakan hak asasi yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng semenjak seseorang dilahirkan ke dunia.
Hak asasi kemanusiaan ini mengandaikan pemenuhannya hanya bisa dicapai dan terpenuhi dengan perlindungan, penghormatan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapapun. Maka Negara sebagai institusi resmi wajib melaksanakannya, memfasilitasi dan meniadakan segala penghalangnya. Untuk itu, pendidikan yang bermutu, semestinya mampu dinikmati oleh semua element masyarakat bangsa Indonesia.
Kebijakan pendidikan di Indonesia semestinya mendukung atas terjaminnya hak-hak asasi warganya utamanya dalam hal perolehan pendidikan bermutu khususnya dalam konteks otonomi daerah. Dalam konteks otonomi daerah, pelimpahan wewenang pengelolaan pendidikan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah digagas dan diawali dengan diberlakukannya UU Nomor 22 tahun 1999 dan disempurnakan dengan UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, berisi tentang penyerahan sejumlah wewenang yang semula menjadi urusan pemerintah Pusat kepada pemerintah Daerah, termasuk di dalamnya pengelolaan Bidang Pendidikan. Pelimpahan wewenang ini diteruskan dengan dikeluarkan UU Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah yang bertujuan memberdayakan dan meningkatkan kemampuan perekonomian daerah, menciptakan system pembiayaan daerah yang adil, trasparan dan bertanggung jawab.
Hasil dari otonomi daerah dan otonomi pendidikan adalah out put yang cerdas secara nasional dan arif dalam tingkatan local. Out put yang cerdas dan arif ini secara umum akan membentuk tatanan kehidupan masyarakat yang lebih baik, berhasil dan produktif sesuai dengan konteks dimana ia berada. Dan melalui pendidikan yang mengerti lokalitas (yang sesuai dengan kebutuhan daerah) menjadi satu-satunya media pembentuk masyarakat tamadun (beradap), yang menjadikan manusia berada pada piramida tertinggi dalam pola relasi kehidupan di dunia (khalifatullah fil Ardh) berguna dan bernilai sesuai dengan konteks kedaerahan dan kebutuhan masyarakatnya.

Mustatho’, M.Pd.I: Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Sangatta (STAIS) Kutai Timur

Argumen dan Analisis :
Menurut paparan diatas otonomi ranah dunia pendidikan sebenarnya mau tidak mau akan mengalami sesuatu pro dan kontra dalam masyarakat. Sebab dalam kaidahnya segala aspek kegiatan dalam dunia pendidikan diatur serta di awasi oleh pemerintah pusat. Untuk hal ini saya sependapat dengan paparan diatas bahwasanya otonomi daerah memiliki dampak serta pengaruh terhadap daerah itu sendiri misal dalam dunia pendidikan. Dunia pendidikan juga memiliki otonom yang tentunnya berbeda antara satu dengan yang lainnya dan memiliki kebijakan yang berbeda pula, ketika daerah itu memiliki segala sumber daya serta sarana prasarana yang cukup maka daerah itu akan selangkah lebih maju dibandingkan dengan daerah lain, sebaliknya pula jika daerah itu segala fasilitas serta sumber daya manusia kurang mendukung akan mengalami kesulitan untuk mengembangkan daerahnya. Tapi hal ini justru akan lebih kondusif karena kembali ke paparan di atas bahwa disisi lain orang- orang daerahlah yang mengetahui permasalahan mereka, jika dalam dunia pendidikan otonom tidak diberlakukan atau tidak memiliki kebijakan tidak menutup kemungkinan akan terjada ketidak sinkronan antara daerah satu dengan yang lainnya dengan notaben keadaan antara satu dengan yang lain serta kebutuhan yang berbeda.
Hal itu akan memicu kemungkinan akan terjadi keterbelakangan daerah itu sendiri karena tidak bisa mengikuti alur daerah- daerah yang sudah lebih jauh maju didepan. Oleh karena itu daerah yang sudah berada diatas bagai piramida, Indonesia bagai piramida yang memiliki lapisan- lapisan di dunia pendidikan karena adanya otonomi tersebut, tapi hal itu terkadang malah jadi pemicu kontra antara daerah satu dengan yang lain karena daerah yang tertinggal akan semakin tertinggal sebaliknya seperti itu.


*tugas kelompok mata kuliah metode penelitian pendidikan

contoh menulis tinjauan pustaka


a1.      Tema : Pengaruh Sanitasi Lingkungan Sungai Terhadap Tingkat Kesehatan Masyarakat di Desa Rembulrejosari Kecamatan Karangawen Kabupaten Demak
2.      Tinjauan Pustaka
Berbagai penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu, hasil penelitian yang dikemukakan menunjukkan berbagai pandangan tentang kesehatan masyarakat. Kesehatan pada masyarakat dapat di lihat dari berbagai sudut pandang ilmu sosiologi maupun antropologi. Pada bahasan ini pengetahuan tentang sanitasi dapat dijabarkan menurut UNESCO merupakan perilaku disengaja dalam pembudayaan hidup bersih dengan maksud mencegah manusia bersentuhan dengan harapan usaha ini akan menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Norariska Nalurita (2008) yang melihat bahwa pengetahuan kesehatan masyarakat dititik tekankan pada cara pembuangan limbah manusia seperti BAB pada masyarakat saluran Mlati di Kelurahan Mlati Kidul Kecamatan Kota Kabupaten Kudus dipinggiran sungai. Tradisi serta  budaya dalam kegiatan BAB  dipinggiran sungai serta keterbatasan ekonomi masyarakatlah yang membuat perilaku masyarakat tersebut. Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan terdapat pada cara pembuangan limbah yang  sehat, sampah yang sehat serta penerangan dan pencahayaan rumah meliputi (air, udara dan tanah).

Minggu, 27 November 2011

contoh proposal


1.      A.    Judul  : Pengaruh Sanitasi Lingkungan Sungai Terhadap Tingkat Kesehatan Masyarakat Pinggir Sungai Serang Demak
B.     Latar Belakang
Indonesia dapat dikategorikan sebagai negara yang memiliki banyak permasalahan dalam kehidupan misal kehidupan sosial, ekonomi, politi, pendidikan, kesehatan dan masih banyak lagi masalah  yang dihadapi oleh negara ini. Salah satu masalah yang paling sering menjadi topik pembicaan adalah masalah kesehatan. Masalah kesehatan bagaikan momok yang paling ditakuti oleh kebanyakan orang. Masalah yang kompleks dalam kaitannya dengan kesehatan menyebabkan sebagian masyarakat memiliki cara masing-masing dalam memperoleh kehidupan yang sehat dan sejahtera.

gender dan kekerasan


Ketidakadilan Wanita Dalam Masyarakat Yang Berimbas Pada Kekerasan
Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap tindakan yang berakibat kesengsaraan atau penderitaan-penderitaan pada perempuan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang baik yang terjadi di depan umum atau dalam lingkungan. Seringkali kekerasan pada perempuan terjadi karena adanya ketimpangan atau ketidakadilan gender.  Ketimpangan gender adalah perbedaan peran dan hak perempuan dan laki-laki di masyarakat yang menempatkan perempuan dalam status lebih rendah dari laki-laki.  “Hak istimewa” yang dimiliki laki-laki ini seolah-olah menjadikan perempuan sebagai “barang” milik laki-laki yang berhak untuk diperlakukan semena-mena, termasuk dengan cara kekerasan.
 Kemiskinan  menjadi permasalahan  krusial yang dihadapi oleh semua negara di dunia, lebih-lebih di negara yang sedang berkembang seperti halnya Indonesia. Sampai  tahun 2009, BPS memperkirakan hampir 17,4 % dari total penduduk Indonesia masih  hidup dalam kondisi miskin.  Sampai  bulan Mei 2009 jumlah rumah tangga miskin yang ada di Bali mencapai 17,9% ( BPS, 2009).  Kondisi ini menggambarkan bahwa kemiskinan merupakan masalah sosial baik di tingkat nasional maupun regional yang perlu mendapatkan penanganan yang serius dari semua elemen masyarakat. Ada pandangan di kalangan ilmuwan sosial bahwa kemiskinan sebenarnya tidak lahir dengan sendirinya dan  juga bukan muncul tanpa sebab, tetapi kondisi ini banyak  dipengaruhi oleh struktur  sosial, ekonomi dan politik. Jon Sobrino (1993)  menelaah keberadaan orang miskin sebagai rakyat yang tertindas dalam dua perspektif. 

sosiologi gender


PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI DALAM KELUARGA
 (SUAMI-ISTRI)

Konsep Keluarga secara umum adalah sekumpulan manusia yang paling kecil dalam masyarakat yang terdiri dari ayah,ibu dan anak. Pada hakikatnya sebuah keluarga adalah alat transformasi nilai- nilai sosial dalam masyarakat. Dalam keluarga khususnya hubungan suami istri ada masalah yang seharusnya di tindak lanjuti bersama secara intensif, tetapi sejauh ini masalah ini hanya dianggap sebagai masalah kaum wanita saja khususnya istri pada sebuah keluarga. Masalah yang sedang dibicarakan adalah penggunaan alat kontrasepsi dalam keluarga yaitu suami istri.
Alat kontrasepsi digunakan dengan dasar mencegah sperma laki-laki mencapai dan membuahi telur wanita (fertilisasi) atau mencegah telur yang sudah dibuahi untuk berimplantasi (melekat) dan berkembang di dalam rahim. Kontrasepsi dapat reversible (kembali)  atau permanen (tetap). Kontrasepsi yang reversible adalah metode kontrasepsi yang dapat dihentikan setiap saat tanpa efek lama di dalam mengembalikan kesuburan atau kemampuan untuk punya anak lagi. Metode kontrasepsi permanen atau yang kita sebut sterilisasi adalah metode kontrasepsi yang tidak dapat mengembalikan kesuburan dikarenakan melibatkan tindakan operasi. Faktor yang mempengaruhi pemilihan kontrasepsi adalah efektivitas, keamanan, frekuensi pemakaian dan efek samping, serta kemauan dan kemampuan untuk melakukan kontrasepsi secara teratur dan benar. Selain hal tersebut, pertimbangan kontrasepsi juga didasarkan atas biaya serta peran dari agama dan kultur budaya mengenai kontrasepsi tersebut. Faktor lainnya adalah frekuensi bersenggama, kemudahan untuk kembali hamil lagi, efek samping ke laktasi, dan efek dari kontrasepsi tersebut di masa depan. Sayangnya, tidak ada metode kontrasepsi, kecuali abstinensia (tidak berhubungan seksual), yang efektif mencegah kehamilan 100%. Metode kontrasepsi juga dapat digolongkan berdasarkan cara kerjanya yaitu metode barrier (penghalang), sebagai contoh, kondom yang menghalangi sperma; metode mekanik seperti IUD; atau metode hormonal  seperti pil. Metode kontrasepsi alami tidak memakai alat-alat bantu maupun hormonal namun berdasarkan fisiologis seorang wanita dengan tujuan untuk mencegah fertilisasi (pembuahan).