Senin, 19 Desember 2011

Analisa gambar sapu lidi (sisi kritis melalui sebuah analisis framing)


Sapulidi memang menggambarkan dan mengajarkan nilai kemasyarakatan yang sangat mendalam untuk masyarakat, terlebih sapilidi menggambarkan kekerabatan dan persatuan yang harus ditiru, nilai yang tergambar adalah masyarakat harus bersatu dan bergerak bersama dalam keselarasan untuk menuju satu kehidupan yang imbang, dan ajakan agar masyarakat saling menolong satusama lain dan tidak bercerai berai dalam menghadapi kehidupan, karena bersatu lebih kuat daripada sendiri, istilah yang seirama untuk menggambarkan itu adalah “bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh”. Seperti itu nilai yang digambarkan sapulidi.
Dan pada nyatanya Media visual atau gambar merupakan pengembangan
suatu kegiatan yang sudah lama berlangsung dalam dunia diplomasi  dan di lingkungan masyarakat sebagai semacam simbol yang memiliki berjuta makna dan ajakan. Melihat sebuah gambar dapat dilakukan dengan cara melihat keharmonisan susunan unsur-unsur visualnya. Unsur-unsur visual berupa komposisi, warna, garis, dan tekstur yang menciptakan kesan dan pesan tertentu. Setiap orang berhak menafsirkan gambar sesuai dengan latar belakang pengalamannya.
Saya teringat pada Wassily Kandinsky pelukis ternama Rusia, menyatakan, lukisan abstrak itu ada kemiripan dengan musik. Memahami lukisan abstrak bisa diibaratkan seperti kita mendengarkan musik instrumental. Kita bisa merasakan keindahan nada-nada musik itu tanpa harus dibebani dengan muatan-muatan verbal. Kira2 gambar (sapulidi) sebagai media dan objek(gambar) tersebut saya posisikan pada keadaan yang sama dengan lukisan. Pada pola penyuguhan gambar (interaksi), seorang pelukis memilih gambar berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Pilihan-pilihan gambar berdasarkan pada karakter dan makna-makna simbolik gambar itu sendiri. Pada penyuguhan gambar unsur-unsur visual disusun sedemikian rupa, sehingga menyampaikan pesan atau kesan tertentu. Unsur-unsur visual ini sendiri memiliki karakter dan makna-makna simbolik. Karakter dan makna simbolik unsur-unsur visual dapat menyiratkan makna tertentu yang diinginkan.
Pada pemilihan gambar sebenarnya ada pola yang bisa dilihat sebagai satu unsur kesengajaan untuk mengajak dan membawa penerima atau konsumen dari gambar sesuai dengan keinginan dari pemilik gambar tersebut. Pada lain kasus dapat saya contohkan beberapa langakah pemilihan simbol yang bisa terinterpretasi dari gambar pula semisal adalah
1.      Mawar merah dapat diartikan sebagai lambang cinta. Berdasarkan karakternya, warna merah terkesan semangat, berani, hangat, bahagia, dan optimis. Seorang pemuda yang memberikan setangkai mawar merah pada gadis pujaannya, dapat diartikan pemuda itu menyatakan cinta pada si gadis. Karakter warna merah dapat dianggap mewakili perasaan pemuda itu.
2.      Warna hitam sering dipergunakan untuk menyatakan dukacita. Berdasarkan karakternya, warna hitam terkesan gelap, misterius, murung, sedih dan tenang. Pada upacara pemakaman biasanya orang mengenakan busana warna hitam sebagai pernyataan duka cita.
3.      Warna hijau misalnya, banyak dipergunakan untuk simbol lingkungan hidup. Warna ini memiliki karakter sejuk, dingin, segar, tenang, dan nyaman. Warna hijau memberikan kesan kehidupan.
4.      Warna kuning banyak dimanfaatkan untuk upacara-upacara gemerlap dan mewah. Warna kuning mengesankan kemegahan.
5.      Warna putih banyak dipergunakan untuk upacara-upacara sakral. Warna putih mengesankan bersih dan suci.
Demikian pula dengan warna-warna lainnya. Setiap warna memiliki karakter dan makna-makna simbolik tertentu.  Jika pada musik instrumental orang bisa merasakan nada-nada senang, sedih, semangat dan sebagainya. Demikian pula dengan lukisan. Komposisi unsur-unsur visual bisa menunjukkan hal yang sama. Kesan kalem, tenang, tegas, berani, optimis dan sebagainya dapat diciptakan melalui komposisi unsur-unsur visual.
Dalam hal ini saya mengatakan kembali bahwa pemilihan gambar sapulidi memiliki tujuan dan makna tertentu yang secara singkat juga sudah saya ulas diawal tulisan ini. Coba kita analisa kembali pada ajakan yang ingin disampaikan. Disada ada pola pemaksaan agar kita bersatu dan melupakan segala perbedaan yang ada dan hal itu tanpa kita sadari telah terlupakan karena gambar dan penyampaianya menyentuh aspek-aspek yang menunjukan aspek emosional yang terbau dengan psikologis penerima gambar sapulidi tersebut, rasa saling bersaduara, rasa saling memiliki, gotongroyong, ramai, sukacita, dan meniadakan prosesnya.
Lebih dari itu, jika saya benturkan dengan konteks bahwa gambar sapulidi tersebut sebagai ajakan kepada masyarakat secara luas bisa saya katakan penyampaian sebuah berita atau pesan ajakan dalam bentuk gambar tersebut ternyata menyimpan subjektivitas penyedia gambar. Bagi masyarakat yang belum jeli akan hal tersebut, pesan dari sebuah berita akan dinilai apa adanya. Berita akan dipandang sebagai barang suci yang penuh dengan objektivitas. Namun, berbeda dengan kalangan tertentu yang memahami betul pola tersebut. Mereka akan menilai lebih dalam terhadap pemberitaan, yaitu dalam setiap penyampaian berita menyimpan ideologis/latar belakang seorang penyaji gambar. Pemilik gambar pasti akan memasukkan ide-ide mereka dalam analisis terhadap data-data yang diperoleh di lapangan walaupun untuk sekedar dijadikan sampel.
Oleh karena itu, diperlukan sebuah analisis tersendiri terhadap maksud dari penyampaian berita atau penyajian gambar. Ada beberapa metode yang digunakan untuk menganalisa berita, yaitu analisis isi (content analysis), analisis bingkai (frame analysis), analaisis wacana (disccourse analysis), dan analisis semiotik (semiotic analysis). Semuanya memiliki tujuan yang berbeda-beda, disesuaikan dengan target pelaku analisis.
            Analisis bingkai (frame analysis) berusaha untuk menentukan kunci-kunci tema dalam sebuah teks dan menunjukkan bahwa latar belakang budaya membentuk  pemahaman kita terhadap sebuah peristiwa. Dalam mempelajarai media, analisis bingkai menunjukan bagaimana aspek-aspek struktur dan bahasa berita mempengaruhi aspek-aspek yang lain. (Anonimous, 2004:–). Analisis bingkai merupakan dasar struktur kognitif yang memandu persepsi dan representasi realitas. (King, 2004:–). Menurut Panuju (2003:1), frame analysis adalah analisis untuk membongkar ideologi di balaik penulisan informasi.
Proses analisis ini dibagi menjadi empat bagian.
A.    Frame Bulding (Bangunan Bingkai/Frame)
Frame bulding meliputi kunci pertanyaan: faktor struktur dan organisasi seperti apa yang mempengaruhi sistem media, atau karakteristik individu wartawan seperti apa yang mampu mempengaruhi penulisan sebuah berita terhadap peristiwa.
Faktor yang mempengaruhi penulisan berita adalah pemilihan pendekatan yang digunakan wartwan dalam penulisan berita sebagai konsekuensi dari tipe dan orientasi politik, atau yang disebut sebagai “rutinitas organisasi”. Faktor ketiga adalah pengaruh dari sumber-sumber eksternal, misalnya aktor politik dan otoritas.
B.     Frame setting (Pengkondisian Framing)
Proses kedua yang perlu diperhatikan dalam framing sebagai teori efek media adalah frame setting. Para ahli berargumen bahwa frame setting didasarkan pada proses identivikasi yang sangat penting. Frame setting ini termasuk salah satu aspek pengkondisian agenda (agenda setting). Agenda setting lebih menitikberatkan pada isu-isu yang menonjol/penting, frame setting, agenda setting tingkat kedua, yang menitikberatkan pada atribut isu-isu penting. Level pertama dari agenda setting adalah tarnsmisi objek yang penting, sedangkan tingkat kedua adalah transmisi atribut yang penting.
C.     Individual-Level Effect of Farming (Tingkat Efek Framing terhadap Individu)
Tingkat pengaruh individual terhadap seseorang akan membentuk beberapa variabel perilaku, kebiasaan, dan variabel kognitif lainnya telah dilakukan dengan manggunakan model kota hitam (black-box model). Dengan kata lain, studi ini terfokus pada input dan output, dan dalam kebanyakan kasus, proses yang menghubungkan variabel-variabel kunci diabaikan.
Kebanyakan penelitian melakukan percobaan pada nilai keluaran framing tingkat individu. Meskipun telah memberikan kontribusi yang penting dalam menjelaskan efek penulisan berita di media dalam hubungannya dengan perilaku, kebiasaan, dan variabel kognitif lainnya, studi ini tidak mampu menjelaskan bagaimana dan mengapa dua variabel dihubungkan satu sama lain.
 D.    Journalist as Audience (Wartawan sebagai Pendengar)
Pengaruh dari tata mengulas berita pada isi yang sama dalam media lain adalah fungsi beragam faktor.  Wartawan akan lebih cenderung untuk melakukan pemilihan konteks. Di sini, diharapkan wartawan dapat berperan sebagai orang yang mendengarkan analisa pembaca sehingga ada timbal balik ide. Akibatnya,  analisa wartawan tidak serta merta dianggap paling benar dan tidak terdapat kelemahan.
 Yang pasti kita dilarang keras untuk menjudgemen jika masih pada proses su’udhon.

3 komentar: