Permasalahan-Permasalahan
Yang Ada di Dunia Pendidikan di Indonesia
1. Mahalnya Biaya Pendidikan di Indonesia
Di Kutip Oleh : Siti Nurjayanti (3401409045)
Rombel : 02
Contoh
Artikel :
Setelah
menunggu pengumuman kelulusan SD, SMP, dan SLTA, kini orang tua dan adik-adik
kita dihadapkan pada seleksi masuk sekolah atau perguruan tinggi. Ujian
seleksi emang sangat ketat tetapi tidak semenakutkan UNAS kemarin. Atau paling
tidak ada pilihan untuk memilih sekolah yang sesuai. Ternyata yang menjadi
hambatan adalah mahalnya biaya pendidikan.
Bukankah
sekolah gratis? Kok dibilang mahal sih? Betul, sekolah SD dan SMP gratis
SPP. Tapi bagaimana biaya sekolah SMA dan perguruan tinggi. Sebagai
contoh ada SMA Negeri kabupaten di Jawa Tengah yang pada tahun ini uang pangkal
Rp 3juta-Rp 5juta ditambah SPP Rp 250.000,-/bulan atau Rp 1,5 juta/semester (6
bulan). Bayangkan petani atau tukang becak bagaimana bisa menyekolahkan anaknya
ke SMA tersebut. Mau menjual ternak atau sawah? Itu tidak mungkin karena barang
tersebut adalah sumber penghidupan. Akhirnya biarpun nilai bagus tapi akhirnya
harus gigit jari.
Demikian halnya
sekolah di perguruan tinggi tak kalah mahalnya. Terutama PTN yang telah berubah
status menjadi BHMN atau BHP akhirnya untuk pendanaan dibebankan kepada
mahasiswa dengan menaikkan uang pangkal dan biaya semesteran. Sebagai contoh
UI, beberapa tahun yang lalu di UI sekitar 2juta-an. Kini uang untuk
kuliah di teknik UI uang pangkal Rp 25 jt, dan semesteran Rp 7,6jt. Untuk
ukuran uang berduit di Jakarta itu wajar, tetapi untuk orang kampung yang ingin
kuliah di UI sudah takut duluan. Ini karena UI sudah menjadi BHMN yang mana UI
memerlukan biaya operasional tambahan karena subsidi negara dikurangi. Nah
bagaimana PTN-PTN di daerah bila kelak juga berubah menjadi Badan Hukum
Pendidikan (BHP)? Bagiamana nasib anak orang miskin, anak petani, anak nelayan,
anak buruh. Bukankah mereka juga berhak mngenyam pendidikan tinggi. Apa mereka
hanya berhak sekolah sampai SMP saja? Atau mereka hanya berhak kuliah di
sekolah-sekolah atau kampus “pinggiran”. Apakah mereka tak pantas untuk sekolah
di UI, ITB, UGM? Lantas dimana bagimana amanat pembukaan UUD 1945 tentang
mencerdaskan kehidupan bangsa. Atau yang berhak cerdas hanya mereka yang kaya
saja. Yang miskin biar tetap bodoh dan miskin. ( catatan masmus )
Ini sebuah
ironi. Anggaran pendidikan dinaikkan, tetapi biaya untuk mengakses pendidikan
semakin mahal. Saya secara pribadi menyedihkan kejadian ini. Tulisan ini
diilhami kejadian nyata yang terjadi di negeri ini. Semoga dapat menjadi
pemikiran bagi pemimpin bangsa yang sebentar lagi kita pilih. Mendapatkan
kesempatan pendidikan adalah hak semua warga negara.
Bukankah negara ini didirikan
untuk mencerdaskan dan menyejahterakan rakyatnya?
Argumen:
Argumen
saya, mengenai artikel di atas yaitu : Pendidikan merupakan faktor kebutuhan
yang paling utama dalam kehidupan. Biaya pendidikan yang tinggi jika dilihat
dari penghasilan rakyat Indonesia setiap harinya. Tingginya biaya pendidikan
tidak sebanding dengan penghasilan rakyat, sehingga banyak rakyat yang kurang
mampu tidak biasa menyekolahkan anaknya sampai jenjang yang lebih tinggi.
Mahalnya biaya pendidikan tidak hanya pada perguruan tinggi saja tetapi juga
biaya pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah walaupun sekarang ini
sekolah sudah mendapat Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Padahal Pemerintah
sudah menyerukan di berbagai media massa bahwa sekolah gratis, tetapi
kenyataannya dilapangan tidak demikian. Pemerintah menyatakan bahwa sekolah SD
dan SMP gratis SPP. Tapi masih banyak pungutan-pungutan lain dari sekolah
dengan dalih yang bermacam-macam seperti Infaq, Sodaqoh jariyah, sumbangan dan
lain lain yang jumlah dan batas pembayarannya sudah ditentukan oleh pihak
sekolah. Padahal seharusnya Infaq dan Jariyah itu adalah sumbangan yang jumlah
dan batas pembayarannya tidak ditentukan oleh sekolah. Sebagai contoh ada
sebuah Sekolah Negeri yang pada tahun ini uang pangkal lebih dari Rp.1 Juta dan
didalamnya termasuk sumbangan/Jariyah yang sudah ditentukan jumlahnya tanpa ada
kesepakatan terlebih dahulu dengan wali murid. Bayangkan buruh tani atau tukang
becak bagaimana bisa menyekolahkan anaknya ke sekolah tersebut. Akhirnya
walaupun anaknya memiliki potensi dan prestasi yang cukup bagus tapi akhirnya
harus gigit jari. Demikian halnya sekolah di perguruan tinggi tidak kalah
mahalnya. Terutama Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang telah berubah statusnya
menjadi Badan Hukum Pendidikan (BHP) yang akhirnya untuk pendanaan dibebankan
sepenuhnya pada mahasiswa dengan menaikkan uang pangkal dan biaya
semesterannya.
Solusinya :
Menurut saya,
solusi untuk mengatasi biaya pendidikan yang mahal agar tetap semuannya
merasakan dunia pendidikan untuk semua kalangan, sebaiknya pemerintah
diharapkan membuat suatu peraturan yang berlaku dalam menetapkan anggaran
sekolah harus sesuai dengan ke adaan masyarakat Indonesia agar pendidikan
itu merata. Selain itu, dari
masing-masing pihak sekolah mempunyai ketetapan biaya sekolah yang
berbeda-beda, sehingga di harapkan tidak hanya pemerintah saja yang menetapkan
anggaran dana sesuai dengan ke adaan masyarakat, tetapi pihak sekolah juga
harus memperhatikan keadaan masyarakatnya. Selain itu juga harus adanya
kesadaran yang tinggi dari masyarakat tentang pentingnya pendidikan, agar tetap
semangat dalam menyekolahkan anak-anaknya. Jika masih tidak mampu sebaiknya
untuk mengatasi sekolah yang mahal lebih baik cari sekolah yang biayanya
rendah, tetapi mempunyai kualitas yang tidak kalah dengan sekolah-sekolah
lainnya.
Mudah-mudahan pemerintah akan
terus meningkatkan mutu pendidikan di Negara ini seiring dengan dinaikkannya
anggaran pendidikan. Sehingga pendidikan bermutu bukan hanya untuk anak orang
kaya saja, tetapi dapat dinikmati oleh semua lapisan masyarakat.
2.
Pendidikan dan Peningkatan Kualitas SDM
12 Januari 2010
oleh Rizal Dwi Prayogo
Melihat kondisi bangsa kita
sekarang, khususnya dipandang dari segi pendidikan, bangsa kita termasuk bangsa
yang tertinggal dari negara-negara lain. Ambil contoh negara Jepang, bangsa
Indonesia yang memproklamirkan diri terlebih dahulu sebagai negara merdeka saat
bangsa Jepang dibom atom oleh tentara sekutu kini malah jauh tertinggal dari
negeri matahari terbit itu.Kini memasuki abad-21, gelombang globalisasi makin
dirasakan kuat dan terbuka.
Kemajuan teknologi dan perubahan
yang ada terus menuntut bangsa kita untuk bisa meningkatkan kualitas SDM nya
juga. Ini berdampak memberikan kesadaran bahwa Indonesia tidak bisa lagi
berdiri sendiri, sehingga persaingan akan terus menggempur generasi yang
lemah.Cara melaksanakan pendidikan di Indonesia sudah tentu tidak terlepas dari
tujuan pendidikan di Indonesia, sesuai dengan pembukaan UUD 1945 : “…..untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa,…”. Tujuan pendidikan adalah untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa dengan meningkatkan kualitas SDM bangsa
Indonesia.
Hal-hal yang menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan di
Indonesia:
a. Biaya
Biaya pendidikan yang kini semakin mahal, semakin tidak bisa dijangkau oleh rakyat kecil. Padahal justru dari sektor pendidikan lah, banyak orang bisa meningkatkan kualiatas dirinya sehingga bisa lebih mudah untuk mencapai kesejahteraan. Banyak orang yang beralih untuk mengambil SMK atau STM, alasannya agar lebih mudah mencari kerja. Kini sektor pendidikan yang dianggarkan 20% diharapkan bisa mengatasi masalah ini, tetapi pemerataannya yang menjadi kendala
Biaya pendidikan yang kini semakin mahal, semakin tidak bisa dijangkau oleh rakyat kecil. Padahal justru dari sektor pendidikan lah, banyak orang bisa meningkatkan kualiatas dirinya sehingga bisa lebih mudah untuk mencapai kesejahteraan. Banyak orang yang beralih untuk mengambil SMK atau STM, alasannya agar lebih mudah mencari kerja. Kini sektor pendidikan yang dianggarkan 20% diharapkan bisa mengatasi masalah ini, tetapi pemerataannya yang menjadi kendala
b. Rendahnya Kualitas Tenaga Pengajar
Pendidikan
yang bermutu tentu dipengaruhi juga oleh tenaga pendidiknya, semakin baik
pendidik maka akan semakin baik pengajaran. Data Balitbang Depdiknas (1998)
menunjukkan dari sekitar 1,2 juta guru SD/MI hanya 13,8% yang berpendidikan
diploma D2-Kependidikan ke atas. Selain itu, dari sekitar 680.000 guru SLTP/MTs
baru 38,8% yang berpendidikan diploma D3-Kependidikan ke atas. Di tingkat
sekolah menengah, dari 337.503 guru, baru 57,8% yang memiliki pendidikan S1 ke
atas. Di tingkat pendidikan tinggi, dari 181.544 dosen, baru 18,86% yang
berpendidikan S2 ke atas (3,48% berpendidikan S3).
Dilihat dari data, masih minimnya kualitas tenaga pendidik.
Tentu hal ini akan memengaruhi kelayakan mengajar. Perubahan terus terjadi,
teknologi terus diciptakan, jika tidak ada peningkatan kualitas tenaga pendidik
maka efektivitas dari pengajaran pun akan semakin sulit dicapai.
c. Rendahnya Kesejahteraan Tenaga
Pendidik
Berdasarkan survei FGII (Federasi Guru Independen Indonesia)
pada pertengahan tahun 2005, idealnya seorang guru menerima gaji bulanan
serbesar Rp 3 juta rupiah. Sekarang, pendapatan rata-rata guru PNS per bulan
sebesar Rp 1,5 juta, guru bantu Rp, 460 ribu, dan guru honorer di sekolah
swasta rata-rata Rp 10 ribu per jam.Melihat kondisi ini, tujuan dari pendidikan
itu sendiri tidak sebanding dengan apresiasi terhadap tenaga pendidik.
Tujuan pendidikan yang mulia tentu harus diimbangi dengan
memerhatikan kesejahteraan dari para tenaga pendidik karena bisa saja faktor
pendapatan yang minim akan menyebabkan para tenaga pendidik mengalami
demotivasi.Pelaksanaan Ujian Nasional yang masih menjadi perdebatan hingga kini
masih diragukan dalam menghasilkan SDM-SDM yang benar-benar berkompeten.
Bagaimana tidak? Dalam ilmu kependidikan, kemampuan peserta didik mencakup tiga
aspek, yakni pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotorik), dan sikap
(afektif). Tapi yang dinilai dalam UN hanya satu aspek kemampuan, yaitu
kognitif, sedangkan kedua aspek lain tidak diujikan sebagai penentu kelulusan.
Tentu ini menjadi suatu standar ukuran yang kurang valid jika kita ingin
menilai semua aspek.
Analisis
dan Argumen :
Paparan
diatas memaparkan bahwa dalam pendidikan ada suatu masalah yang harus diselesaikan
serta ditanggapi, masalah yang sering muncul adalah masalah kualitas Sumber
Daya Manusia, masalah ini antara lain memilki berbagai aspek muncul biaya pendidikan yang mahal, rendahnya
kualitas tenaga pengajar serta rendahnya kesejahteraan pengajar yang menjadi
momok bagi para tenaga kerja di dunia
pendidikan. Dengan adanya hal itu banyak berbagai masalah muncul serta banyak
solusi yang harus di paparkan juga antara lain Solusi ini berupa pembenahan di seluruh jajaran
penyelenggaran pendidikan di Indonesia. Sistem pendidikan juga tidak akan
terlepas dari aspek lain, seperti aspek ekonomi. Sistem ekonomi yang masih
kacau dan menganut sistem ekonomi ke barat-barat-an tidak akan sesuai dengan
penerapannya di sektor pendidikan karena akan didominasi oleh pihak yang kuat.
Sistem ekonomi harus diubah ke dalam bentuk sistem ekonomi
Islam yang menggariskan bahwa pemerintah-lah yang akan menanggung segala pembiayaan
pendidikan negara. Jadi, peningkatan kesejahteraan tenaga pendidik bisa
terjamin, pembangunan sarana pendidikan bisa berjalan lancar. Jika sudah
terjadi pemerataan, kemungkinan penyalahgunaan (korupsi) akan semakin kecil.
3.
UJIAN NASIONAL (UN)
Menyimak problematik menyangkut pendidikan nasional
khususnya ujian nasional tampaknya seperti tanpa berujung pangkal.Dalam mencari
solusi jangka panjang sebaiknya dikembalikan pada konstitusi dan
perundang-undangan yang berlaku.Pembukaan undang-undang 1945 menyatakan untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa.Agar tujuan dan sasaran lebih jelas ,maka UU No
20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,menetapkan antara lain pendidikan
nasional ditujukan agar peserta didik agar dapat mengembangkan potensi dirinya.
Mencermati pernyataan-pernyataan sekitar ujian
nasional,ada beberapa yang bisa di catat,antara lain:adanya keyakinan bahwa UN
dapat mendorong kualitas etos belajar; UN akan memaksa belajar keras dan
menumbuhkan etos kerja keras; juga pernyataan bahwa anak yang tidak lulus UN
sebagai anak malas.Pernyataan-pernyataan itudiragukan kebenarannya ,karena
terlalu berlebihan dalam memposisikan UN seolah tujuan pendidikan hanya untuk
lulus UN.Padahal sudah jelas,tujuan pendidikan bukan hanya lulus UN walaupun
mungkin ada manfaatnya tetapi tidak menentukan segalanya.UN hanya salah satu
parameter untuk meliahat hasil pendidikan khususnya dari segi akademik,terlebih
lagi yang di ujikan hanya tiga mata pelajaran.adanya siswa yang menjadi juara
olimpiade (internasional) tetapi tidak lulus UN,dapat mengidentifikasikan bahwa
UN tidak dapat menjadi ukuran yang akurat tentang pintar dan kualitas belajar
siswa.Oleh karena itu dalam meningkatkan kualitas bangsa melalui
pendididkan,perlu memperhatikan unsur-unsur lain karena masih banyak unsur lain
yang lebih penting untuk membangun karakter unggul bangsa seperti yang di
tuntut oleh UUD dan UU tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Proses mencapai tujuan pendidikan tidak bisa dilakukan
secara mendadak dan hanya ditentukan dalam waktu dua jam.Pandangan yang
menyatakan UN menjadi tolak ukur hasil pendidikan,berarti menjadikan UN sebagai
tujuan dan sasaran utama.Akibatnya seperti yang dapat dilihat,antara lain
terjadi kecurangan dalam pelaksanaan ujian baik oleh siswa maupun guru,misalnya
membentuk tim sukses menggunakan jockey dan sebagainya.Selain itu pendidikan
yang hanya mengutamakan akademik semata
tanpa membangun kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual dapat dilihat
pada siswa yang tidak lulus UN melakukan tindakan tercela seperti melukai
guru,membakar sekolahnya,bunuh diri dan sebagainya.Pelaksanaan UN dan materi
yang di ujikan ,tampak tidak singkron dengan amanat konstitusi dan perundangan
menyangkut pendidikan nasional,karena hanya mengutamakan kecerdasan
intelegensia.
Kemampuan intelektuaal
jelas saja tidak menjamin kualitas dan keberhasilan manusia.UN telah
mengabaikan maslah proses pendidikan dan materi ajar yang di berikan selama
tiga tahun.Ironisnya siswa yang prestasi belajarnya baik dari kelas 1 sampai
kelas 3 dan sudah mendapatkan tawaran masuk perguruan tinggi tanpa tes ,namun ketika
siswa tersebut tidak lulus UN,semuanya buyar.Ini
mengidentifikasikan bahwa UN menjadi segala-galanya dan mengabaikan prestasi di
sekolah selama 3 tahun.
Analisis dan Argumen:
Menurut
saya dengan adanya kebijakan Ujian Nasional yang diberlakukan oleh pemerintah
maka memiliki berbagai pro dan kontra dalam masyarakat tapi banyak yang
berpendapat bahwa dengan adanya Ujian Nasional kontrofersi yang berkembang di
ranca pendidikan misalnya contoh kasus adalah para peserta didik yang mengalami
kegagalan dalam pendidikan karena kebijakan pemerintah yang memberlakukan
kelulusan dengan nilai standar tanpa memberlakukan nilai sehari-hari yang
menimbulkan kesenjangan antara peserta didik satu dengan yang lainnya. Dalam
dunia pendidikan titik tumpu suatu kegiatan pembelajaran adalah ujian nasional
yang menempatkan ujian nasional sebagai raja. Tapi ujian nasional hanya berlaku
di ranca pendidikan SD, SMP, dan SMA. Walaupun begitu Ujian Nasional merupakan
masalah pendidikan yang tidak bisa di pandang sebelah mata, harus memiliki
solusi yang baik antara peserta didik dan kebijakan pemerintah.
4.
Masalah Anak
Nakal Dalam Dunia Pendidikan
·
Dalam
mendidik para siswa disekolah guru harus terlatih dengan baik dan mengajarkan
anak-anak perilaku positif dengan rencana yang terstruktur. Pada pertemuan
sekolah,guru terlatih dalam teknik-teknik pengelolaan perilaku positif bisa
membuat daftar perilaku untuk memberikan label siswa-siswa yang nakal.
·
Sebagai guru
dituntut untuk bisa memahami karakter siswanya, terutama karakter para siswa
yang nakal, karena tidak semua manusia memiliki karakter yang baik atau kita
dapat mengatakan, tidak semua dari mereka memiliki perilaku yang baik dalam
kehidupan ini.
·
Ketika
masalah kenakalan di lingkungan sekolah terjadi, pendidikan karakter menjadi
peranan penting. Pendidikan karakter merupakan media untuk mengontrol karakter
manusia, terutama bagi mereka yang bermasalah dalam mengontrol emosinya.
·
Tujuh
puluh persen anak-anak memiliki cacat pendidikan - sebagian besar telah
Emosional (Gangguan ED – emotionally disordered) atau istilah untuk cacat
emosi.
·
Cara
yang digunakan untuk orang-orang muda dengan cacat pendidikan yang menghadapi
tuduhan kenakalan yaitu dengan cara peningkatan pendidikan kepada mereka yang
memiliki gangguan emosi, selain itu konseling bagi anak-anak tersebut.
·
Lingkungan
setempat bertanggung jawab serta berkewajiban untuk memberikan pelayanan
pendidikan yang sesuai, menegakkan kewajiban sekolah untuk mengatasi masalah
perilaku sebagai orang pendidikan dan mengurangi risiko masa depan sekolah yang
gagal dalam mendidik anak-anak nakal sehingga terjadinya kenakalan atau laporan
kejahatan.
Analisis dan Argumen
Masalah emosi anak yang mengakibatkan kenakalan pada
anak tersebut merupakan salah satu masalah pendidikan karena dengan adanya
kenakalan anak tersebut maka komponen yang ada disekolah akan ikut terganggu.
Dengan kenakalan anak di lingkungan sekolah tersebut para pengajar atau guru
bisa terganggu dalam menjalankankan tugas mengajarnya, selain itu murid-murid
lain tentu juga akan terganggu konsentrasinya karena kurang kondusifnya suasana
di sekolah tempat mereka belajar akibat ulah murid-murid yang nakal tersebut.
Karakteristik setiap orang berbeda-beda tergantung
dari lingkungan maupun akibat didikan yang kurang benar pada mereka.
Karakterorang yang tidak bisa menontrol emosi sehingga melampiaskan emosinya
dengan kenakalan bisa diperbaiki, dengan cara dibimbing serta didukung oleh
orang-orang yang ada disekitarnya.
5. Banyaknya Anak Yang Putus Sekolah
Kurang meratanya pendidikan di Indonesia,
terbukti di mana-mana masih banyak anak-anak yang putus sekolah karena mereka
tidak mempunyai biaya untuk sekolah, sehingga merekapun tidak bisa melanjutkan sekolah
sampai jenjang SLTP. Pemerintah mewajibkan anak-anak untuk sekolah 9
tahun. Namun semua itu tidak sesuai kenyataan. Banyak yang tidak bisa
melanjutkan karena berbagai factor. Dari kemampuan ekonomi untuk memasukan
anaknya ke dalam sekolah-sekolah formal yang ada, hingga tidak adanya fasilitas
yang mendukung untuk sekolah seperti tidak adanya gedung sekolah yang tersedia
di lingkungan anak tersebut. Sungguh ironi sekali.
Putus sekolah merupakan salah satu permasalahan pendidikan
yang tak pernah berakhir. Masalah ini telah berakar dan sulit untuk dipecahkan
penyebabnya. Tidak hanya karena kondisi ekonomi, tetapi ada juga yang
disebabkan oleh kekacauan dalam keluarga, dan lain-lain. Segala upaya
pencegahan dilakukan sebelum putus sekolah dengan mengamati, memperhatikan
permasalahan-permasalahan anak-anak dan dengan menyadarkan orang tua akan
pentingnya pendidikan demi menjamin masa depan anak serta memberikan motivasi
belajar kepada anak. Adapun upaya pembinaan yang dilakukan adalah dengan
mengajarkan nilai-nilai keagamaan dan sosial kemasyarakatan kepada anak, serta
memberikan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya supaya anak disibukkan
serta dapat menghindarinya dari pikiran yang menyimpang.
Argumen
:
Putus sekolah memang
masalah yang bisa dibilang sangat komplek sekali di negeri ini. Mengapa? Karena
hal tersebut menyangkut aspek kehidupan yang lain seperti ekonomi hingga social
dan budaya. Namun di Indonesia putus sekolah lebih banyak disebabkan karena
factor ekonomi (kemiskinan). Banyak siswa atau calon siswa yang tidak bisa
bersekolah atau “dipaksa” berhenti sekolah karena kemiskinan. Hal itu karena
orang tua atau keluarganya tidak dapat membiayai biaya sekolah anak-anak
mereka. Disisi lain para anak yang seharusnya sekolah tersebut “dipaksa” untuk
terus sekolah oleh pemerintah. Pemerintah mewajibkan anak-anak Indonesia untuk
wajar tahun (wajib belajar 9 tahun),
yaitu mengenyam bangku sekolah hingga SLTP/ Mts. Melalui dana BOS (Bantuan
Operasional Sekolah) pemerintah melalui kemendiknas membebaskan biaya sekolah
dari SD Negeri hingga SLTP Negeri atau bisa dikatakan sekolah dari SD hingga
SLTP di negeri bebas biaya atau gratis. Namun masalah tidak terpecahkan dengan
adanya dana BOS tersebut. Muncul masalah baru.
Banyak terjadi
pungutan-pungutan liar dari biaya masuk sekolah atau pendaftaran hingga biaya
untuk mendukung KBM yang mungkin belum diperlukan oleh sekolah terkait.
Sehingga pungli tersebut menjadi “pendapatan” tambahan oknum-oknum sekolah. Hal
tersebut semkin menegaskan bahwa orang
miskin dilarang sekolah. Siswa yang ingin bersekolah tidak dapat bersekolah
karena adanya biaya masuk pendaftaran. Dan siswa yang bersekolah lagi-lagi
“dipaksa” untuk berhenti karena adanya pungutan-pungutan dari pihak sekolah.
Sungguh kenyataan yang sangat ironi sekali. (Mohammad Riza Pahlevi / 3401409048)
6.
SERTIFIKASI
GURU
Pengkajian ulang terhadap kebikakan
pemerintah tentang program sertifikasi guru Progam sertifikasi guru dan
tunjangan profesi guru harus dikaji dan dievaluasi ulang untuk mengetahui
sejauh mana efektifitas serta efisiensi dari pelaksanaanya,demikian desakan
dari PAH III DPD dalam rapat kerja PAH III yang dipimpi ketua PAH III,Eni Khaereni dengan Direktur
Jendral Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Nasional,Baedhowi
di Gedung DPD.Ketua PAH III
memaparkan,”Program sertifikasi guru tesebuut hendaknya dijalankan dengan
mekanisme yang sederhana dan tidak membebani guru,namun tetap menjamin tata
kelola yang baik dalam penilaian portofolio sertifikasi guru”.Setelah mendengar
pernyataan dan uraian dai Dirjen PMTK Depdiknas,serta tanggapan dan masukan
dari anggota PAH III DPD,PAH DPD III juga mendesak pemerintah tentang Guru
sebagaimana amanat Pasal 11 Ayat (4) Undang Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen sebagai payung hukum dari pelaksanaan program sertifikasi guru
ini.
PAH III DPD juga bersepakat dengan Ditjen
PMPTK untuk melakukan terobosan alternatif dalam cara pembayaran Tunjangan
Profesi Guru (TPG),termasuk cara pembayaran TPG secara langsung kepada
guru.khususnya terhadap komunitas yang terpencilPermasalahan serifikasi ini
terletak hanya pada hal sosialisasi.maka dari itu akan dicari metode sosialisasi yang paling
efektif sehingga program sertifikasi ini dapat berjalan dengan lancar dan
sesuai target.
Analisis
dan kritisi penulis:
Program sertifikasi
merupakan salah astu program dari pemerintah sebagai suatu pemmbaharuan dalam
bidang pendidikan,terutama dalam sistem tenaga
penngajar.dalam hal ini adalah guruu.guruu yang essensi
sebagai seorang transfer learning
kepada peserta didik diharapkan mampu untuk mengikuti arus
modernisasi yang berkembang sat ini yang berimbas khususnya alam bidang
kependidikan dan pengajaran.seorang guru dituntu untuk dapatt mengikuti
perkembangan zaman tersebut khususnya dalam kompetensi di dunia luar.hal ini
sertifikasi merupakan jalan sebagai peningkata mutuu dari seorang guru.Dalam
aplikasinya .sertifikasi muncul berbagai polemik bak dalam penerapanya maupun
dalam prosesnya.
7.
Kebijakan
Pendidikan di Era Otonomi Daerah
Oleh : Mustatho’ 26-Apr-2010, 07:13:44 WIB
Oleh : Mustatho’ 26-Apr-2010, 07:13:44 WIB
KabarIndonesia
Pemberlakuan otonomi daerah mulai diterapkan melalui UU Nomor 22 tahun 1999 dan
disempurnakan dengan UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, berisi
tentang penyerahan sejumlah wewenang yang semula menjadi urusan pemerintah
Pusat kepada pemerintah Daerah, termasuk di dalamnya pengelolaan Bidang
Pendidikan.
Otonomi
daerah lahir sebagai bentuk koreksi atas corak pemerintahan dan hubungan antara
pusat‐daerah
yang sentralistik, eksploitatif serta jauh dari nilai‐nilai demokrasi
yang saat ini menjadi mainstream sistem politik yang berlaku di dunia. Konsep
awal otonomi daerah muncul pada tahun 1903 melalui undang undang desentralisasi
di bawah pemerintah kolonial Belanda. Undang-undang Otonomi Daerah waktu itu
dikenal sebagai Decentralisatie Wet 1903 dan merupakan amandemen terhadap
Regeringsreglement 1854 (RR 1854). Tiga pasal tambahan yakni pasal 68a, 68b,
dan 68c berisi empat hal yaitu:
- Bahwa Hindia Belanda akan
dibagi ke dalam satuan-satuan daerah;
- Pemerintahan daerah tersebut
akan dilaksanakan oleh pejabat tinggi (hoofdamtenaren);
- Gubernur jenderal sebagai
penguasa dari pejabat tersebut, dan
- Kekuasaan sipil adalah
kekuasaan tertinggi di daerah (Wignjosoebroto, 2004).
Ide
pemekaran daerah dari awal sejarah kemunculannya sebenarnya merupakan niatan
untuk menata kembali daerah-daerah agar diperoleh suatu sistem pemerintahan
yang efektif dan efisien dengan mendekatkan pelayanan publik ke rakyat. Ujung
dari penataan ini tidak lain adalah suatu kesejahteraan rakyat yang lebih
merata di semua daerah termasuk di dalamnya pemerataan pendididikan yang
bermutu. Pertanyaanya kemudian adalah bagaimana bentuk ideal pendidikan di
era otonomi daerah?. Tulisan ini berusaha menggambarkan pendidikan di era
otonomi daerah.
Kebijakan Pendidikan di Era
Otonomi
Pendidikan
di dalam UU Sisdiknas No 20 tahun 2003 disebutkan adalah hak dasar
kemanusiaan yang harus dapat dinikmati secara layak dan merata oleh setiap
masyarakat. Pengertian hak dasar kemanusiaan yang termaktub dalam UU ini
merupakan hak asasi yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat
universal dan langgeng semenjak seseorang dilahirkan ke dunia.
Hak
asasi kemanusiaan ini mengandaikan pemenuhannya hanya bisa dicapai dan terpenuhi
dengan perlindungan, penghormatan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau
dirampas oleh siapapun. Maka Negara sebagai institusi resmi wajib
melaksanakannya, memfasilitasi dan meniadakan segala penghalangnya. Untuk
itu, pendidikan yang bermutu, semestinya mampu dinikmati oleh semua element
masyarakat bangsa Indonesia.
Kebijakan
pendidikan di Indonesia semestinya mendukung atas terjaminnya hak-hak asasi
warganya utamanya dalam hal perolehan pendidikan bermutu khususnya dalam
konteks otonomi daerah. Dalam konteks otonomi daerah, pelimpahan wewenang
pengelolaan pendidikan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah digagas
dan diawali dengan diberlakukannya UU Nomor 22 tahun 1999 dan disempurnakan
dengan UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, berisi tentang
penyerahan sejumlah wewenang yang semula menjadi urusan pemerintah Pusat
kepada pemerintah Daerah, termasuk di dalamnya pengelolaan Bidang Pendidikan.
Pelimpahan wewenang ini diteruskan dengan dikeluarkan UU Nomor 33 tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan
Daerah yang bertujuan memberdayakan dan meningkatkan kemampuan perekonomian
daerah, menciptakan system pembiayaan daerah yang adil, trasparan dan
bertanggung jawab.
Hasil
dari otonomi daerah dan otonomi pendidikan adalah out put yang cerdas secara
nasional dan arif dalam tingkatan local. Out put yang cerdas dan arif ini
secara umum akan membentuk tatanan kehidupan masyarakat yang lebih baik,
berhasil dan produktif sesuai dengan konteks dimana ia berada. Dan melalui
pendidikan yang mengerti lokalitas (yang sesuai dengan kebutuhan daerah)
menjadi satu-satunya media pembentuk masyarakat tamadun (beradap), yang
menjadikan manusia berada pada piramida tertinggi dalam pola relasi kehidupan
di dunia (khalifatullah fil Ardh) berguna dan bernilai sesuai dengan konteks
kedaerahan dan kebutuhan masyarakatnya.
Mustatho’, M.Pd.I: Dosen Sekolah
Tinggi Agama Islam Sangatta (STAIS) Kutai Timur
|
|
Argumen
dan Analisis :
Menurut paparan diatas
otonomi ranah dunia pendidikan sebenarnya mau tidak mau akan mengalami sesuatu
pro dan kontra dalam masyarakat. Sebab dalam kaidahnya segala aspek kegiatan
dalam dunia pendidikan diatur serta di awasi oleh pemerintah pusat. Untuk hal
ini saya sependapat dengan paparan diatas bahwasanya otonomi daerah memiliki
dampak serta pengaruh terhadap daerah itu sendiri misal dalam dunia pendidikan.
Dunia pendidikan juga memiliki otonom yang tentunnya berbeda antara satu dengan
yang lainnya dan memiliki kebijakan yang berbeda pula, ketika daerah itu
memiliki segala sumber daya serta sarana prasarana yang cukup maka daerah itu
akan selangkah lebih maju dibandingkan dengan daerah lain, sebaliknya pula jika
daerah itu segala fasilitas serta sumber daya manusia kurang mendukung akan
mengalami kesulitan untuk mengembangkan daerahnya. Tapi hal ini justru akan
lebih kondusif karena kembali ke paparan di atas bahwa disisi lain orang- orang
daerahlah yang mengetahui permasalahan mereka, jika dalam dunia pendidikan
otonom tidak diberlakukan atau tidak memiliki kebijakan tidak menutup
kemungkinan akan terjada ketidak sinkronan antara daerah satu dengan yang
lainnya dengan notaben keadaan antara satu dengan yang lain serta kebutuhan
yang berbeda.
Hal itu akan memicu
kemungkinan akan terjadi keterbelakangan daerah itu sendiri karena tidak bisa
mengikuti alur daerah- daerah yang sudah lebih jauh maju didepan. Oleh karena
itu daerah yang sudah berada diatas bagai piramida, Indonesia bagai piramida
yang memiliki lapisan- lapisan di dunia pendidikan karena adanya otonomi
tersebut, tapi hal itu terkadang malah jadi pemicu kontra antara daerah satu
dengan yang lain karena daerah yang tertinggal akan semakin tertinggal
sebaliknya seperti itu.
Saya Widaya Tarmuji, saya menggunakan waktu ini untuk memperingatkan semua rekan saya INDONESIANS. yang telah terjadi di sekitar mencari pinjaman, Anda hanya harus berhati-hati. satu-satunya tempat dan perusahaan yang dapat menawarkan pinjaman Anda adalah TRACY MORGAN LOAN FIRM. Saya mendapat pinjaman saya dari mereka. Mereka adalah satu-satunya pemberi pinjaman yang sah di internet. Lainnya semua pembohong, saya menghabiskan hampir 32 juta di tangan pemberi pinjaman palsu.
BalasHapusTapi Tracy Morgan memberi saya mimpi saya kembali. Ini adalah alamat email yang sebenarnya mereka: tracymorganloanfirm@gmail.com. Email pribadi saya sendiri: widayatarmuji@gmail.com. Anda dapat berbicara dengan saya kapan saja Anda inginkan. Terima kasih semua untuk mendengarkan permintaan untuk saran saya. hati-hati