Senin, 28 November 2011

proposal penelitian kualitatif

A.    JUDUL PENELITIAN
PENANAMAN KEMANDIRIAN BELAJAR ANAK YANG MEMILIKI KETERBELAKANGAN MENTAL PADA SEKOLAH LUAR BIASA DI KECAMATAN GONDANG KABUPATEN SRAGEN

B.     Nama                      : Haning Dwi Pratiwi
NIM                        : 3401409050
Rombel                   : 2 (Dua)
Program Studi       : Pendidikan
Jurusan/ Fakultas: Sosiologi dan Antropologi/  FIS

C.     PENDAHULUAN
I.       LATAR BELAKANG
Setiap manusia menginginkan kehidupan masa depan yang lebih baik, pekerjaan yang lebih berhasil, kehidupan rumah tangga yang bahagia untuk itu diperlukan kemauan, kesanggupan dan disiplin belajar. Manusia yang belajar dalam kehidupan akan mampu mengatasi rintangan kehidupan masa depannya. Dengan belajar akan mengetahui sesuatu, dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dan memiliki kepribadian yang tangguh. Dalam belajar, anak memerlukan bimbingan, pengarahan dan pengawasan dari orang tua / orang dewasa lainnya dengan rasa penuh tanggung jawab.Anak-anak adalah sosok manusia yang memerlukan bantuan dan bimbingan dari orang yang lebih dewasa untuk mendidik, mengajar serta memberi perhatian penuh, terutama dalam proses belajarnya sehingga anak yang diasuh dan dididiknya menjadi dewasa dan mandiri. Anak yang memiliki keterbelakangan mental adalah anak istimewa yang seharusnya dibimbing dengan penekanan yang ekstra lebih dalam proses penerapan dan bimbingan  belajar karena mereka berbeda dibandingkan dengan anak-anak normal lainnya. Biasanya anak yang memilki keterbelakangan mental
 Kemandirian belajar merupakan aktifitas belajar yang didorong oleh kemauan sendiri, pilihan sendiri dan mampu mengatur diri untuk mencapai hasil belajar yang optimal serta mampu mempertanggungjawabkan tindakannya. Anak dapat dikatakan memiliki kemandirian belajar apabila memiliki beberapa ciri diantaranya, mampu berpikir kritis, kreatif dan inovatif, tidak mudah terpengaruh orang lain, tidak merasa rendah diri, terus bekerja dengan penuh ketekunan dan kedisiplinan, serta mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya sendiri.Sikap kemandirian merupakan hal yang integral dari keseluruhan proses belajar. Berhasil tidaknya anak dalam belajar, seringkali dapat terlihat pada apakah anak itu memilki sikap kemandirian dalam belajar atau tidak. Kemandirian belajar anak tidak dapat dilepaskan dari proses sosialisasi yang dilakukan. Sosialisasi merupakan suatu proses belajar anak memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sebagainya. Berkaitan dengan proses kemandirian belajar bagi anak, maka aspek mental, spiritual, intelektual, fisik dan psikisnya harus diperhatikan, dan tidak kalah pentingnya faktor lingkungan.
Pengaruh lingkungan terhadap perkembangan anak merupakan sesuatu yang tidak dapat diabaikan. Lingkungan keluarga merupakan penyebab utama terjadinya respon dan stimulus dalam perkembangan anak.  Di dalam keluarga orang tua menjadi agen sosialisasi yang pertama dan utama dalam pembentukan kepribadian anak menjadi mandiri. Kemandirian belajar perlu ditanamkan dalam diri seseorang sejak usia dini. Dengan adanya penanaman sikap mandiri, akan membentuk anak memiliki kepribadian dan kecakapan hidup. Penanaman kemandirian dapat dimulai dari dalam keluarga, dimana sejak usia dini anak diberikan kebiasaan-kebiasaan hidup.
 Oleh karena itu, dalam melakukan tugas dan kewajiban secara benar dan rutin terhadap anak diperlukan pembiasaan. Anak dapat menurut dan taat kepada peraturan-peraturan dengan jalan membiasakannya dengan perbuatan-perbuatan baik dalam keluarga, sekolah, ataupun masyarakat. Kebiasaan ini sangat penting dalam membentuk pribadi anak menjadi mandiri. Maka  diperlukan pengertian, kesabaran dan ketelatenan serta pemberian contoh dari orang tua terhadap anaknya.
Keluarga merupakan wadah pendidikan yang sangat besar pengaruhnya dalam perkembangan kemandirian anak, oleh karena itu pendidikan anak tidak dapat dipisahkan dari keluarganya karena keluarga merupakan tempat pertama kali anak belajar menyatakan diri sebagai mahkluk sosial dalam berinteraksi dengan kelompoknya. Setidaknya dengan diberikannya penanaman kemandirian belajar pada anak yang memiliki keterbelakangan mental.  Berdasar uraian diatas penulis tertarik untuk mengangkat judul penelitian   PENANAMAN KEMANDIRIAN BELAJAR ANAK YANG MEMILIKI KETERBELAKANGAN MENTAL DI SEKOLAH
LUAR BIASA  KECAMATAN GONDANG KABUPATEN SRAGEN ”.


II.       RUMUSAN MASALAH
Berdasasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1.   Bagaimana pelaksanaan penanaman kemandirian belajar anak yang memiliki keterbelakangan mental di Sekolah Luar Biasa Kecamatan Gondang Kabupaten Sragen?
2.    Bagaimana peran guru dalam pelaksanaan penanaman kemandirian belajar anak yang memiliki keterbelakangan mental di Sekolah Luar Biasa Kecamatan Gondang Kabupaten Sragen?
3.    Hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi dalam pelaksanaan penanaman kemandirian belajar anak yang memilki keterbelakangan mental di Sekolah Luar Biasa Kecamatan Gondang Kabupaten Sragen?

III.    TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.    Mengetahui pelaksanaan penanaman kemandirian belajar anak yang memiliki keterbelakangan mental di Sekolah Luar Biasa Kecamatan Gondang Kabupaten Sragen
2.    Mengetahui peran guru dalam pelaksanaan penanaman kemandirian belajar anak yang memilki keterbelakangan mental di Sekolah Luar Biasa Kecamatan Gondang Kabupaten Sragen
3.    Mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan penanaman kemandirian belajar anak yang memilki keterbelakangan mental di Sekolah Luar Biasa Kecamatan Gondang Kabupaten Sragen

IV.    MANFAAT PENELITIAN
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.                  Secara Teoritis
Penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan social, khususnya mengenai pelaksanaan penanaman kemandirian belajar anak
2.                   Secara Umum
Dapat memberikan pengetahuan bagi para guru dan orang tua yang memiliki anak didik serta anak kandung dalam pemahaman serta penanganan agar anak memiliki semangat untuk belajar dalam rangka menanamkan kemandirian pada anak yang memiliki keterbelakangan mental

D.    LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA
Untuk memahami lebih dalam mengenai penelitian ini, maka perlu dijelaskan lebih lengkap mengenai beberapa istilah yang digunakan didalam penelitian ini. Adapun penjelasan tersebut adalah sebagai berikut:
a)      Kemandirian
·         Pengertian Kemandirian
Menurut Deborah K. Parker (2005:226) kemandirian adalah kemampuan untuk mengelola semua milik kita; tahu bagaimana mengelola waktu , berjalan dan berpikir secara mandiri, disertai dengan kemampuan untuk mengambil resiko dan memecahkan masalah.
Mappiare (1982:107) menyebutkan kemandirian dengan istilah kebebasan dan menyatakan sebagai salah satu tugas perkembangan yang penting bagi remaja awal. Belajar dan berlatih bebas membuat rencana, membuat keputusan sendiri dan melakasanakannya secara bertanggungjawab.
 Kemandirian menurut Hurlock dalam Syamsu Yusuf (2009:130) merupakan sikap mandiri individu dalam cara berpikir dan bertindak, mampu mengambil keputusan, mengarahkan dan mengembangkan diri serta menyesuaikan diri secara konstruktif dengan norma yang berlaku dilingkungannya.
 Dari beberapa pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa kemandirian merupakan sikap yang memungkinkan seseorang melakukan sesuatu atas dorongan sendiri dan kemampuan mengatur diri sendiri, sesuai dengan hak dan kewajibannya sehingga dapat menyelesaikan sendiri masalah-masalah yang dihadapi tanpa meminta bantuan atau tergantung dari orang lain dan dapat bertanggung jawab terhadap segala keputusan yang telah diambil melalui berbagai pertimbangan.
·         Ciri-ciri Kemandirian
 Menurut Antonius (2002:145) mengemukakan bahwa ciri-ciri kemandirian adalah sebagai berikut:
1)   Mampu bekerja sendiri
2)   Menguasai keahlian dan keterampilan yang sesuai dengan kerjanya
3)   Menghargai waktuTanggungjawab
 Menurut Deborah K Parker (2005:233) kemandirian muncul ketika seseorang memiliki :
1)      Tanggung jawab
2)      Pengalaman yang relevan
3)      Ruang untuk menentukan keputusan sendiri
4)      OtonomiAkal sehat
5)      Ketermpilan memecahkan masalah
6)      Keterampilan yang praktis
7)      Kesehatan yang baik
·         Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kemandirian
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kemandirian pada remaja (Masrun dalam http://digilib.unnes.ac.id/ diunduh tanggal 11januari 2010)  yaitu:
1)    Usia
    Pengaruh dari orang lain akan berkurang secara perlahan-lahan pada saat anak menginjak usia lebih tinggi. Pada usia remaja mereka lebih berorientasi internal, karena percaya bahwa peristiwa-peristiwa dalam hidupnya ditentukan oleh tindakannya sendiri. Anak-anak akan lebih tergantung pada orang tuanya, tetapi ketergantungan itu lambat laun akan berkurang sesuai dengan bertambahnya usia.
2)      Jenis kelamin
            Keinginan untuk berdiri sendiri dan mewujudkan dirinya sendiri merupakan kecenderungan yang ada pada setiap remaja. Perbedaan sifat-sifat yang dimiliki oleh pria dan wanita disebabkan oleh perbedaan pribadi individu yang diberikan pada anak pria dan wanita. Dan perbedaan jasmani yang menyolok antara pria dan wanita secara psikis menyebabkan orang beranggapan bahwa perbedaan kemandirian antara pria dan wanita.
3)   Konsep diri
            Konsep diri yang positif mendukung adanya perasaan yang kompeten pada individu untuk menentukan langkah yang diambil. Bagaimana individu tersebut memandang dan menilai keseluruhan dirinya atau menentukan sejauh mana pribadi individualnya. Mereka yang mmandang dan menilai dirinya mampu, cenderung memiliki kemandirian dan sebaliknya mereka yang memandang dan menilai dirinya sendiri kurang atau cenderung menggantungkan dirinya pada orang lain.
4)   Pendidikan
            Semakin bertambahnya pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang, kemungkinan untuk mencoba sesuatu baru semakin besar, sehingga orang akan lebih kreatif dan memiliki kemampuan. Dengan belajar seseorang dapat mewujudkan dirinya sendiri sehingga orang memiliki keinginan sesuatu secara tepat tanpa tergantung dengan orang lain.
5)   Keluarga
            Orang tua mempunyai peranan yang sangat penting dalam melatarkan dasar-dasar kepribadian seorang anak, demikian pula dalam pembentukan kemandirian pada diri seseorang.
6)    Interaksi sosial
            Kemampuan remaja dalam berinteraksi dengan lingkungan sosial serta mampu melakukan penyesuaian diri dengan baik akan mendukung perilaku remaja yang bertanggung jawab, mempunyai perasaan aman dan mampu menyelesaikan segala permasalahan yang dihadapi dengan baik tidak mudah menyerah akan mendukung untuk berperilaku mandiri.
            Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kemandirian seseorang tidak terlepas dari faktor-faktor yang membentuk kemandirian. Dimana faktor-faktor tersebut akan menentukan seberapa jauh kemandirian seseorang untuk bersikap dan berpikir dalam kehidupannya
·         Bentuk-bentuk Kemandirian
Menurut Douvan dalam Syamsu Yusuf (2001:81) ada tiga aspek perkembangan kemandirian remaja, yaitu 
1)   Kemandirian emosi
Ditandai oleh kemampuan memecahkan ketergantungannya (sifat kekanak-kanakannya) dari orang tua dan mereka dapat memuaskan kebutuhan kasih sayang dan keakraban di luar rumahnya.
2)   Kemandirian berperilaku
Yaitu kemampuan untuk mengambil keputusan tentang tingkah laku pribadinya, seperti dalam memilih pakaian, sekolah/pendidikan, dan pekerjaan.
3)   Kemandirian dalam nilai
Yaitu pada saat remaja telah memiliki seperangkat nilai-nilai yang dikonstruksi sendiri, menyangkut baik-buruk, benar-salah, atau komitmennya terhadap nilai agama.
b)     BELAJAR
·         Pengertian Belajar
            Belajar merupakan kegiatan penting yang harus dilakukan setiap orang secara maksimal untuk dapat menguasai atau memperoleh sesuatu. Menurut Gagne (dalam Dimyati dan Mudjiono, 2006: 10-11) belajar merupakan kegiatan yang kompleks.
            Hasil belajar merupakan kaapabilitas. Setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai.Di samping itu belajar dapat didefinisikan sebagai suatu usaha atau kegiatan yang bertujuan mengadakan perubahan didalam diri seseorang, mencakup perubahan tingkah laku, sikap, kebiasaan, ilmu pengetahuan, keterampilan (M Dalyono, 1997: 49). Dengan demikian belajar merupakan kegiatan yang kompleks yang bertujuan untuk melakukan perubahan dalam diri seseorang secara menyeluruh. Belajar bertujuan untuk mengadakan perubahan didalam diri, mengubah kebiasaan, mengubah sikap, mengubah keterampilan, serta menambah pengetahuan dalam berbagai bidang ilmu.
Belajar akan lebih berarti apabila secara langsung anak dilibatkan dalam proses belajar, dan dilakukan atas inisiatif sendiri dan anak dapat bertanggungjawab dalam proses belajar tersebut. Dengan belajar anak dapat melakukan perbaikan yang bersifat positif dalam berrbagai hal yang menyangkut kehidupannya.
·         Jenis Belajar
 Menurut Mustaqim (2001: 39) “keanekaragaman jenis belajar muncul dalam dunia pendidikan sejalan dengan kebutuhan kehidupan manusia yang juga bermacam-macam. Berdasarkan pendapat tersebut ada tiga jenis belajar yaitu:
1)    Jenis Belajar Keterampilan
Pertama kali anak mendapatkannya di lingkungan keluarga, kemudian di pendidikan formal, akan tetapi anak belajar keterampilan lebih banyak didapatkan dijalur non formal sepertti kursus menjahit, komputer dan sebagainya.
2)   Jenis Belajar Pengetahuan dan Pemahaman
Panca indera yang dimiliki setiap anak sangat membantu anak dalam mengenal dunia luar bahkan dirinya sendiri. Aktivitas ini disebut pengamatan. Pendidik seyogyanya mengusahakan dan menyediakan lingkungan nyata dengan memberi kesempatan kepada mereka bisa mengamati langsung atau dengan bantuan barang tiruan, gambar-gambar, rekaman-rekaman, peta, dan lain-lain. Kesan-kesan yang benar dan jelas tersebut sangat membantu mereka untuk menyimpannya dan memproduksi bila diperlukan.
3)   Jenis Belajar Sikap
Kecenderungan jiwa anak untuk menerima atau menolak sesuatu hal/orang berdasarkan penilaian terhadap sesuatu hal/orang tersebut bagi dirinya biasanya disebut sikap.
Biasanya sikap tidak muncul secara tiba-tiba, melainkan melalui proses yang panjang. Mula-mula anak mengenal sesuatu, ingin mengerti dan faham tentang kebaikan dan manfaat bagi dirinya. Kemudian disusul muncul perasaan senang atau tidak senang, baru muncul sikap dan pada gilirannya menetap pada individu tersebut.
Untuk menanamkan sikap terhadap nilai-nilai/norma-norma agama maupun sosial, anak harus diperkenalkan dan diberikan pengertian yang cukup dan jelas mengenai manfaat dan keburukan bila melanggar norma-norma tersebut dengan penjelasan yang dapat diterima sesuai dengan tingkat perkembangan mereka. Orang dewasa sebaiknya tidak hanya sekedar memberi contoh, tetapi harus menjadi contoh atau teladan dalam kehidupan sehari-hari.Anak merasa mantap bahwa sesuatu hal itu baik atau buruk sangat tergantung dari pengalaman yang mereka lalui.
Bertitik tolak dari beberapa definisi di atas, maka kemandirian belajar diartikan sebagai suatu proses belajar yang terjadi pada diri seseorang, dan dalam usahanya untuk mencapai tujuan belajar orang tersebut dituntut untuk aktif secara individu atau tidak tergantung kepada orang lain baik dalam cara berpikir ataupun bertindak.
c)      Penanaman Kemandirian Belajar
Kata “Penanaman” dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai proses, cara perbuatan menanam, atau menanamkan. Penanaman kemandirian belajar berarti suatu proses menanamkan kemandirian belajar kepada anak. Kemandirian belajar anak bisa ditanamakan sejak usia dini. Ketika anak mampu menyelesaikan sesuatu untuk diri mereka sendiri, walaupun lambat dan tidak sempurna, sebagai orang tua ataupun pengasuhya harus memberikan kesempatan untuk melakukaannya.
Kemandirian belajar anak lebih baik di alami anak dari tahap demi tahap,  dimulai dari awal dan mengembangkannya secara perlahan-lahan ketika anak semakin memiliki kompetensi dan tanggungjawab. Sehingga akan menjadi suatu pembiasaan dalam hidup mereka.
Menurut Antonius (2002:146), Lingkungan sosial ekonomi yang memadai dengan pola pendidikan dan pembiasaan yang baik akan mendukung perkembangan anak-anak menjadi mandiri, demikian pula sebaliknya. Keadaan sosial ekonomi yang belum menguntungkan bahkan pas-pasan jika ditunjang dengan penanaman taraf kesadaran yang baik terutama dalam hal upaya mencari nafkah dan nilai-nilai luhur dalam kehidupan, akan menyebabkan anak-anak mempunyai nilai kemandirian yang baik.
Berkaitan dengan kedisiplinan ada beberapa mereka prinsip yang digunakan orang tua yang mampu membantu anak memiliki dan mengembangkan dasar-dasar disiplin diri (Shochib, 2000:124 – 134):
a. Keteladanan diri
Orang tua atau pendidik yang menjadi teladan bagi anak adalah yang pada saat bertemu atau tidak dengan anak senantiasa berperilaku yang  taat terhadap nilai-nilai moral. Dengan demikian, Keteladanan Diri senantiasa patut dicontoh karena tidak sekedar memberi contoh. Orang tua atau pendidik dituntut untuk menaati terlebih dahulu nilai-nilai yang akan diupayakan kepada anak. Deangan demikian, bantuan mereka ditangkap oleh anak secara utuh sehingga memudahkan untuk menangkap dan mengikutinya. Semua upaya yang diteladankan orang tua atau pendidik adalah nilai-nilai moral yang dikemas dan disandarkan pada nilai-nilai agama.
b. Kebersamaan Orang Tua atau Pendidik dengan anak-anak dalam
Merealisasikan Nilai-nilai Moral.
Upaya yang dapat dilkukan orang tua dalam menciptakan kebersamaan dengan anak-anak dalam merealisasikan nilai-nilai moral secara esensial adalah dengan menciptakan aturan-aturan bersama oleh anggota keluarga untuk ditaati bersama. Dalam pembuatan aturan ini juga dapat diciptakan bantuan diri, khususnya bagi anak maupun anggota yang lain. Tujuannya adalah terciptanya aturan-aturan umum yang ditaati bersama dan aturan-aturan khusus yang dapat dijadikan pedoman diri bagi masing-masing anggota keluarga. Dengan upaya tersebut, berarti orang tua atau pendidik menciptakan situasi dan kondisi yang mendorong serta merangsang anak untuk senantiasa berperilaku sesuai dengan aturan-aturan (nilai-nilai moral).anak yang telah terbiasa dan terbudaya berperilaku taat moral, secara substansial telah memiliki perilaku yang berdisiplin diri.
c. Demokratisasi dan Keterbukaan dalam Suasana Kehidupan Keluarga.
Demokratisasi dan keterbukaan dalam suasana kehidupan keluarga adalah syarat esensial terjadinya pengakuan dunia keorangtuaan orang tua oleh anak dan dunia keanakan anak oleh orang tua, dan situasi kehidupan yang dihayati bersama. Dengan keterbukaan, kehidupan keluarga mereka harus siap untuk menerima saran atau berindentifikasi diri dari perilaku anggota keluarga lainnya, jika disarankan bermakna untuk meningkatkan kepemilikan terhadap nilai-nilai moral.
Keterbukaan adalah wahana untuk menyadarkan anak bahwa orang tuanya senantiasa berusaha untuk meningkatkan kepatuhannya terhadap nilai-nilai moral sehingga dapat menggugah anak untuk melakukan identifikasi dalam belajar dan meningkatkan niali-nilai moral. Dengan demikian, diantara mereka dapat membentuk metakognisi dan metaafeksi. Dengan kemampuan membangun metakognisi dan metaafeksi mereka dapat merenungkan apa yang telah dilakukan dan nilai-nilai moral yang telah dimiliki untuk meningkatkan kepemilikannya. Karena telah membentuk pengertian diri (self understanding), akan memudahkan mereka untuk mengadakan koreksi diri dalam meningkatkan perilaku yang patuh terhadap niali-nilai moral.
d.   Kemampuan Orang Tua atau Pendidik untuk Menghayati Dunia anak.
Anak dapat memahami bahwa bantuan orang tua akan bermakna bagi dirinya untuk memiliki dan mengembangkan nilai-nilai moral sebagai dasar berperilaku jika orang tua berangkat dari dunianya. Artinya orang tua atau pendidik perlu menyadari bahwa anaknya tidak bisa dipandang sama dengan dirinya. Orang tua atau pendidik yang mampu menghayati dunia anak  mengerti bahwa dunia yang dihayatinya tidak semua dapat dihayati oleh anak.
Dengan demikian, orang tua dituntut untuk menghayati dunia anaknya sehingga memudahkan terciptanya dunia yang relatif sama. Orang tua yang mampu menghayati dunia anak dipersyaratkan untuk memiliki tiga kemampuan, yaitu kepakaran, keterpercayaan, dan kedekatan yang dirasakan oleh anaknya. Makna kepakaran dalam perspektif nilai-nilai moral yang diupayakan kepada anaknya adalah diperlukannya kemampuan orang tua untuk mengerti secara subtansial tentang nilai-nilai moral untuk kehidupan. Sedangkan keterpercayaan, secara esensial adalah apa yang telah dimengerti (nilai-nilai moral) oleh orang tua dipolakan menjadi napas kehidupan sehingga di mata anaknya mereka tidak sekedar berbicara tetapi telah menghayatinya dalam kehidupan. Selanjutnya, perlu membangun keterdekatan dengan anak dengan cara melakukan komunikasi yang dialogis
d)      Pola Asuh Anak Autis
·         Pengertian Anak Autis
Autis adalah sebuah gangguan perkembangan yang umumnya ditandai oleh tiga gejala utama yakni interaksi sosial, komunikasi dan perilaku.
Penyebab autis sendiri hingga kini belum diketahui secara pasti namun akan  pada postingan berikutnya, termasuk ketiga gejala gangguan perkembangan yang terjadi pada anak, remaja, atau balita. Hal ini disebabkan karena autisme adalah suatu gangguan yang menyangkut banyak aspek perkembangan yang bila dikelompokkan akan menyangkut tiga aspek yaitu perkembangan fungsi bahasa, aspek fungsi sosial, dan perilaku repetitif. Karena gambaran autisme begitu beragam dan setiap saat seorang anak akan senantiasa mengalami perkembangan, maka penegakan diagnosa tidak bisa begitu saja, sebab bisa saja kemudian diagnosa menjadi berubah-ubah dari waktu ke waktu.
Pola asuh adalah merupakan suatu cara terbaik yang dapat ditempuh orang tua dalam mendidik anak-anaknya sebagai perwujudan dari rasa tanggung jawab kepada anak-anaknya ( Mansur, 2007: 350).
Menurut Hurlack yang dikutip oleh Chabib Thoha dalam Mansur (2007: 353) ada tiga macam pola asuh yang dilakukan oleh orang tua yaitu:
1.        Pola asuh otoriter
Pola asuh otoriter adalah pola asuh yang ditandai dengan cara mengasuh anak-anaknya dengan aturan-aturan ketat, kebebasan anak dalam berperilaku dibatasi. Anak jarang diajak berkomunikasi dan bertukar pikiran dengan orang tua. Pola asuh otoriter ditandai dengan hukuman yag bersifat fisik.
2.        Pola asuh demokratis
Pola asuh demokratis adalah pola asuh orang tua yang ditandai dengan pengakuan orang tua terhadap kemampuan anaknya.  Anak diberi kesempatan untuk tidak bergantung pada orang tua. Orang tua memberikan sedikit kebebasan pada anak untuk memilih apa yang dikehendaki dan apa yang diinginkannya. Pola asuh demokratis memberikan kesempatan pada anak untuk berpartisipasi dalam mengatur hidupnya.
3.        Pola asuh laisses fire
Pola asuh laisses fire adalah pola asuh orang tua dengan cara mendidik anak secara bebas, anak dianggap orang dewasa dan diberikan kelonggaran seluas-luasnya. Kontrol orang tua tehadap anak sangat lemah. Semua yang dilakukan oleh anak adalah benar dan tidak mendapat teguran, arahan, dan bimbingan.


E. METODELOGI
·         Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor (dalam Moeleong, 2007:4) metode kualitaif adalah sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.
Data yang diperoleh dalam penelitian ini tidak berupa angka-angka tetapi data yang terkumpul berbentuk kata-kata lisan yang mencakup catatan laporan dan foto-foto.
·         Lokasi Penelitian
Lokasi dalam penelitian ini yaitu pada Sekolah Luar Biasa Kecamatan Gondang Kabupaten Sragen. Alasan peneliti mengambil lokasi penelitian karena panti asuhan tersebut memiliki sistem pendidikan yang berkualitas, tempatnya strategis dan dari pengamatan peneliti sudah terlihat adanya kemandirian dari anak-anak yang memiliki keterbelakangan mental di Sekolah Luar Biasa Kecamatan Gondang Kabupaten Sragen
·         Fokus Penelitian
Fokus penelitian menyatakan pokok persoalan yang menjadi pusat perhatian dalam penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi fokus peneliti adalah:
1.   Pelaksanaan Penanaman Kemandirian belajar anak di Sekolah Luar Biasa Kecamatan Gondang Kabupaten Sragen  meliputi bentuk-bentuk kemandirian, cara penanaman kemandirian, bentuk pendidikan, serta jenis keterampilan.
2.   Peran pengasuh dalam pelaksanaan penanaman kemandirian belajar anak di Sekolah Luar Biasa Kecamatan Gondang Kabupaten Sragen meliputi interaksi, komunikasi dan kualitas pengasuh.
3.   Hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan penanaman kemandirian belajar anak di Sekolah Luar Biasa Kecamatan Gondang Kabupaten Sragen  meliputi sarana dan prasarana, biaya serta tenaga pengasuh.

·         Sumber Data
Data penelitian ini diperoleh dari:
1.      Data Primer
a.       Informan
Informan adalah orang yang memberikan informasi (Arikunto,2002:122). Informan dalam penelitian ini adalah:
1)               Pimpinan Panti Asuhan
2)               Para pengasuh dan pengurus Panti Asuhan
3)               Ketua Organisasi Tarbiyatul Aitam
b.      Responden
Responden adalah orang yang diminta memberi keterangan tentang suatu fakta atau pendapat. Keterangan tersebut dapat disampaikan dalam bentuk tulisan yaitu ketika mengisi angket, atau lisan, ketika menjawab wawancara (Arikunto, 2002:122).
Dalam penelitian ini yang menjadi responden adalah anak didik di Sekolah luar Biasa Kecamatan Gondang Kabupaten Sragen
2.      Data Sekunder
Data sekunder yaitu sumber data yang didapat atau diperoleh dengan cara tidak langsung. Sumber data sekunder diperoleh dari:
a.     Sumber Tertulis
Sumber tertulis yang dipakai dalam penelitian ini meliputi arsip, dokumen-dokumen, catatan, dan laporan rutin Sekolah Luar Biasa.
b.     Foto
Ada dua kategori foto yang dapat dimanfaatkan dalam penelitian kualitatif, yaitu foto yang dihasilkan orang dan foto yang dihasilkan oleh peneliti sendiri (Bogdan dan Biklen dalam Moeleong, 2004:160). Adapun foto yang digunakan dalam penelitian ini adalah foto yang dihasilkan oleh peneliti sendiri dan foto yang dihasilkan orang lain.
·         Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik wawancara, observasi, dan dokumentasi.
1.    Metode Wawancara
Wawancara merupakan salah satu tehnik pengumpulan data, dimana terjadi komunikasi  secara verbal antara komunikan dan komunikator. Menurut Moeleong (2007: 186), wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu, Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.
Dalam penelitian ini menggunakan metode wawancara, karena dengan metode ini peneliti dapat menggali informasi langsung secara mendalam dari informan dan responden.
Wawancara kepada pimpinan, pengurus dan pengasuh panti asuhan bertujuan untuk mengetahui cara mendidik, merawat dan  cara menanamkan kemandirian belajar kepada anak serta untuk mengetahui pendidikan dan keterampilan yang diberikan kepada anak didik. Sedangkan wawancara dengan anak-anak didik  bertujuan untuk mengetahui pandangan dan anggapan anak didik mengenai keadaan dan kehidupan mereka selama berada di Sekolah Luar Biasa Kecamatan Gondang Kabupaten Sragen
2.    Metode Observasi
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan alat pengumpulan data yang berupa pedoman pengamatan dan observasi partisipasi dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana penanaman kemandirian belajar anak serta pendidikan dan keterampilan yang diberikan kepada anak didik. Adapun cara yang digunakan adalah mengadakan pengamatan langsung di dengan cara melihat, mendengarkan dan penginderaan lainnya.
Observasi secara langsung mempunyai maksud untuk mengamati dan melihat langsung kegiatan-kegiatan dalam keseharian disekolah yang dilakukan oleh anak didik. Secara khusus mengamati kegiatan-kegiatan pendidikan dan keterampilan yang diikuti anak-anak didik yang memiliki keterbelakangan mental.
3.    Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variable yang berupa catatan,transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen, rapat, lengger, agenda, dan sebaginya (Arikunto, 2002:206).
Dokumentasi merupakan tehnik pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan kepada subjek penelitian. Dalam penelitian ini dokumentasi dimaksudkan untuk melengkapi data hasil wawancara dan observasi.
Dokumentasi dalam penelitian ini diperlukan untuk memperkuat data-data yang dipeoleh dari lapangan yaitu dengan cara mengumpulkan data yang berupa catatan tertulis dari pihak Sekolah yaitu dokumen resmi yang ada di Sekolah Luar Biasa Kecamatan Gondang Kabupaten Sragen


F.     DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. 2002. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta
Dalyono, M.  2007. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta
Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta
http://google.com  BananaTalk mom. Chemistry. School. 2006
Mujiman, Haris. 2009. Manajemen Pelatihan Berbasis Belajar Mandiri. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Mustaqim. 2008. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Moeleong, Lexy. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Shohib, Moh. 2000. Pola Asuh Orang Tua dalam Membentuk Anak Mengembangkan Disiplin Diri. Jakarta: Rineka Cipta

*tugas proposal penelitian kualitatif

2 komentar: